GUIDE NAIK GUNUNG # MERBABU # LAWU # PRAU # SEMERU # DST # 085.643.455.685 # 7A722B86

Kami adalah salah satu penyedia jasa layanan pemandu dan event organizer naik Gunung di Pulau Jawa. Kami juga menyediakan beberapa jadwal pendakian yang bisa diakses dan diakses dalam website ini. Gunung yang sering kami kunjungi diantaranya Gunung Merbabu, Gunung Prau, Gunung Lawu, dan lainnya.

GUA PINDUL # RAFTING OYA # OFFROAD # GUA INDAH # GUA SI OYOT # 085.643.455.685 # 7A722B86

Kami adalah salah satu agen resmi reservasi Gua Pindul, Rafting Oya dan Off Road. Keuntungan reservasi melalui kami ialah mendapatkan penawaran terbaik dari kami dan tanpa antri. #Pemandu Lokal #Transport Lokal 'PAJERO' #Ban #Pelampung #Asuransi #Wedang Pindul #Toilet Banyak #Parkiran Luas

TELAGA WARNA # KAWAH SIKIDANG # GUNUNG SIKUNIR # 085.643.455.685 # 7A722B86

Dieng Plateau mempunyai potensi alam yang luar biasa indahnya sehingga sangat kami sarankan untuk mengunjunginya. Selain Telaga Warna, Kawah Sikidang dan Candi Arjuna dalam beberapa bulan terakhir baru booming Gunung Sikunir dan Gunung Prau

RESTO INDRAYANTI # MALIOBORO # PRAMBANAN # BOROUBUDUR # 085.643.455.685 # 7A722B86

Resto Indrayanti merupakan obyek wisata baru yang sekarang menjadi tujuan wisata di Yogyakarta. Malioboro menjadi tujuan akhir wisata belanja. Mari yang berminat mengunjungi segera menghubungi admin.

AVANZA # INNOVA # ELF # ELF LONG # HIACE # BIG & MICRO BUS # 085.643.455.685 # 7A722B86

Kami mempunyai berbagai macam armada dengan harga bersahabat. Kami menyarankan bagi calon wisatawan apabila hendak mencari armada untuk liburan direncanakan jauh jauh hari guna mendapatkan pelayanan yang terbaik dari kami.

Sepuluh Hari Mendaki Puncak Jaya Wijaya

Tidak ada komentar

Sepuluh Hari Mendaki Puncak JayaWijaya

Tim Jejak Petualang Trans7 (Giri, Bayu, Budi, Cosmas, Dody, Une).

Ekspedisi Jayawijaya. Inilah Tim Jejak Petualang (JP) Trans7: Dina, Dody, Budi, Cosmas, Giri, Bayu dan Une. Sungguh sebuah pengalaman yang menakjubkan ketika kami mendapat kesempatan menjejakkan kaki di puncak jaya. Jauh di ujung Timur Indonesia sana kami merayapi lereng selangkah demi selangkah.

Kami memulai pendakian dari mil 64 (Pos Brimob) bersama delapan orang Tim Brimob Papua dengan mengggunakan bus. Total perbekalan dan peralatan pendakian yang kami angkut mencapai berat sektiar 700 kg. Dengan bus kami menuju mil 68, Tembagapura (2.500 mdpl) . Setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan trem (kereta gantung) ke kawasan Gressberg (3500 mdpl) selama lebih kurang 10 menit. Turun dari trem rombongan diangkut lagi dengan bus menuju Zebra Wall diketinggian 3.800 mdpl.
Dari Zebra Wall inilah awal pendakian menuju Flaying Camp di Danau Biru (3.900 mdpl). Di Danau Biru kita mendirikan tenda dan bermalam. Ini dilakukan agar tubuh kami menyesuaikan diri dengan ketinggian yang berkadar oksigen tipis. Memang sebaiknya tidak terlalu cepat mencapai ketinggian tertentu. Idealnya, menurut buku, tiap naik 100 meter, harus bermalam satu malam. Begitu seterusnya….

Dina (Medina Kamil) dan seabrek bawaan.

Suhu mulai terasa menggerogoti tulang. Siang hari suhu udara 10 derajat celsius, sementara malam lebih membuat gigil karena suhunya hanya derajat celcius. Kalau anging berhembus…hiiiiiii…..brrrr…. Saat malam hukan turun. Untung tenda dan flysheet sudah berdiri. Beberapa teman tampak terdiam mungkin akibat serangan penyakit ketinggian. Aneh memang, biasanya mereka ceria dan penuh canda. Dari pengalaman penyakit ketinggian menyerang pendaki yang naik terlalu cepat . Baru tahu mereka hehehe…

Pagi sekali kami sudah bangun. Langit tampak cerah. Tidak ada awan yang menghalangi birunya langit. Kami bermandi cahaya matahari. Seluruh peralatan, pakaian dan sleeping bag kami jemur biar tidak lembab dan berat ketika dibawa. Setelah berkemas dan sarapan pagi, kamipun melanjutkan perjalanan menuju base camp induk Lembah Danau-Danau (4200 mdpl).

Tanjakan terjal, pendakian yang berat.

Awal pendakian yang berat
Dody Johanjaya
Dina (Medina Kamil) dan seabrek bawaan.

Awal pendakian sungguh berat. Pagi-pagi kami sudah disuguhi tanjakan terjal dan panjang. Kami terengah dan nafas kami hanya satu dua. Jalan datar saja sudah menyesakan dada apalagi menanjak curam huh…..! Namun dengan semangat 45 teman-teman kru JP selangkah demi selangkah maju. Deru nafas kami memburu. Sesekali kami terbatuk. Pendakian yang berat . Hanya tatapan mata satu dengan yang lain jadi alat komunikasi kami. Saya hanya bisa tersenyum dan kagum dengan semangat mereka.

Trek menanjak sangat melahkan belum lagi tipisnya oksigen membuat teman-teman kelelahan dengan cepat. Beberapa teman yang masih merasakan penyakit ketinggian merasa pusing seperti ada batu menggayut di kepala. Mereka tampak berjalan gontai dengan ransel bawaan yang berat.

Dina dan Nomang beristirahat untuk menormalkan kembali pernafasan dan meneguk air membasahi tenggorokan. Trek menanjak di pintu angin adalah satah satu trek terberat. Selain curam juga tidak mudah berjalan karena kerikil dan batu yang mudah lepas. Saya melihat thermometer di jam saya menunjukan suhu 8 derajat celsius. Udara terasa semakin dingin ketika angin berhembus. Sinar matahari terhalang kabut tebal.
Setelah melalui tanjakan terjal pintu angin akhirnya kami bisa bernafas lega karena trek tidak lagi menanjak terjal. Jalan mendatar diselingi naik turun yang tidak berat. Pemandangan danau di kiri trek cukup menghibur. Setelah berjalan selama lima jam akhirnya kami sampai di Base Camp Induk Lembah Danau-Danau (4200 m dpl). Kami disambut teman-teman Brimob dan welcome drink secangkir teh manis panas…..hmmm nikmatnya.

Di base camp tampak berdiri tiga tenda dome dan flysheet untuk kami. Tanpa membuang waktu saya memerintahkan teman-teman untukmembuka alat komunikasi seperti antene outdoor, telepon satelite dan B-Gan alat untuk mengirim gambar via satelit ke kantor di Jakarta. Selain tenda kami, juga berdiri tenda-tenda lain dan dapur umum yang hangat…(gimana gak hangat ada 4 kompor minyak yang lagi menyala).

Tidak ada yang kami lakukan selain mempersiapkan peralatan pendakian gunung es dan aklimatisasi dengan hiking seputaran danau-danau, agar badan semakin menyesuaikan diri dengan tipisnya oksigen di ketinggian.

Flying camp gletser di Puncak Jaya.

Mendaki gunung es
Pagi sekali kami sudah bangun dan kemudian sarapan. Pagi ini adalah saat yang ditunggu. Kami akan mendaki hingga gletser Puncak Jaya. Pendakian gunung es yang sesungguhnya akan kami lakukan.
Dody Johanjaya

Tanjakan terjal, pendakian yang berat.
Awal trek belum terlalu berat. Jalur tanah berkerikil membelah lembah batu, dengan tebing tinggi dan dingin di kiri kanan trek. Saya masih ingat tebing batu di sisi trek dulunya masih berselimut es dan salju ketika saya mendaki untuk pertama kalinya tahun 1989. Es semakin menyusut kini. Dulu hanya butuh waktu satu jam saja ke gletser. Sekarang diperkirakan akan memakan waktu sekitar lima jam-an. Trek semakin sulit ketika kami harus mendaki jalur kerikil dan batu yang licin. Bila tidak hati-hati bisa tergelincir dan terjun bebas ke jurang.

Setelah berjalan kira-kira 4,5 jam akhirnya kami sampai di gletser. Tidak terkira wajah-wajah riang teman-teman. Mereka seperti orang ndeso katro berhamburan memegang es dan salju….Benar-benar kampungan hehehe….Kami tidak bisa berlama-lama menikmati pencapaian ini karena tidak lama kemudian kabut turun. Angin dan hujan es juga datang. Ya, betul es! Kena kepala bletuk…bletuk! Kami bergegas mendirikan tenda dan flysheet.Untung kami sigap karena beberapa menit kemudian badai melanda camp kami. Angin kencang sekali. Salju dan es menghantam tenda kami tanpa ampun. Suhu menunjukan 0 derajat celcius! Kami tidur dalam pelukan udara dingin yang beku.

Pukul 06.00 wit keesokan harinya kami terbangun. Suhu udara 3 derajat celcius. Secangkir teh manis ditemani beberapa potong biscuit menjadi sarapan pagi kami. Seusai sarapan kami mempersiapkan peralatan pendakian es, seperti paku es (crampon) yang kami pasang di sepatu gunung kami, kampak es (ice axe), tongkat es (Sky pol), tali, karabiner, harness dan sebagainya.

Tebing es setinggi 40-an meter membentang dihadapan kami. Belum apa-apa dingin yang dihembuskan angin dari tebing es itu menerpa wajah kami. Rasanya seperti kalau kita membuka frezer hiiiii….pipi dan hidung ini langsung disergap dingin yang menusuk.

Giri kami tunjuk sebagai pemanjat pertama (leader). Une mengamankan Giri dengan seutas tali dari bawah. Semeter demi semester Giri menambah ketinggian. Kampak esnya terdengar menancap di es yang keras disusul kemudian tendangan cramoonnya di tebing es untuk memperkokoh posisi berdiri.

Akhirnya Giri sampai di sebuah teras yang cukup aman untuk membuat tambat pengaman. Tali pun diulur dan satu-demi satu pendaki lainnya memanjat dengan menggunakan jummar. Pertama adalah Budi, kamerawan JP. Budi perlu sampai lebih dulu di atas untuk mengambil gambar dari atas. Setelah Budi, saya menyusul, lalu Dina dan terakhir Deni . Dina mencoba memanjat es dengan cara ice climbing seperti Giri dengan diamankan oleh tali. Setelah semua sampai di teras pemanjatan kami lakukan lagi satu per satu.

Pfuih…. akhirnya kami sampai di hamparan es yang datar. Kami membentangkan tali yang menghubungkan satu pendaki dengan pendaki lainnya (moving together). Ini merupakan teknik berjalan di padang es yang aman. Karena bisa saja salah satu pendaki terperosok ke jurang es. Tali penghubung akan menahan pendaki tersebut.

Selangkah demi selangkah para pendaki menapaki es yang keras dan dingin. Dina berusaha keras untuk tetap melangkah. Sesekali talinya menegang ketika harus berhenti menarik nafas dan batuk karena sesak nafas. Kabut dan salju yang turun menambah tebal padang es sehingga memberatkan langkah kami. Udara dingin menerobos, winbreaker dan sweater yang kami pakai, sarung tangan wol berlapis mitten pun hampir tidak bisa menahan dingin, membuat jemari tangan kebas dan kaku, begitu juga dengan jari kaki.

Saya perintahkan teman-teman untuk mempercepat langkah karena saya khawatir kami akan terserang radang dingin (frostbite) apalagi angin semakin kencang dan hujan salju semakin deras turun.

Langkah kami semakain berat karena salju tebal kami injak. Deni tampak berjalan berhati-hati. Dia menusukkan kampak esnya mencari jalan es yang keras. Sementara di sisi kami jurang es yang tidak berdasar menganga siap menelan kami bulat-bulat. Detak jantung saya bedertak kencang ketika Dina terjatuh karena gagal melompati parit es yang keras. Untung tali menahan tubuhnya sehingga dia tidak meluncur jatuh ke jurang. Dengan perlahan Dina berusaha bangkit dan kembali berjalan.

Setelah tiga jam berjuang akhirnya kami sampai di tempat teritinggi, datar, terbuka dan tidak ada lagi gundukan es yang lebih tinggi…….puncak! Kami sampai di puncak. Horeeeeeee….! Akhirnya sampai juga perjuangan kami menempuh perjalanan 10 hari lamanya. Kami berdiri di ketinggian 4.860 meter di atas permukaan laut. Kami pun bersorak dan berangkulan gembira karena telah melalui ujian berat yang melelahkan. Berkejaran dengan kabut yang turun dan angin yang semakin kencang, kamipun berfoto-foto kemudian turun ke base camp di gletser. Terima kasih Tuhan.

Sobat MakPles, Dody Johanjaya
Tim Jejak Petualang Trans7

Tidak ada komentar :

Posting Komentar