Tampilkan postingan dengan label Gunung Lawu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gunung Lawu. Tampilkan semua postingan
Kisah Mistis Dari Gunung Lawu
Diposting oleh admin
JALUR GUNUNG LAWU
Gunung
Lawu yang terkenal angker dan menyimpan misteri dengan tiga puncak
utamanya : Harga Dalem, Harga Dumilah dan Harga Dumiling yang dimitoskan
sebagai tempat sakral di Tanah Jawa.Harga Dalem diyakini masyarakat
setempat sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, raja
terahir dinasti wijaya dari kerajaan majapahit, Harga Dumiling diyakini
sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon,dan ki noyo genggong, punokawan
prabu brawijaya pamungkas, dan Harga Dumilah merupakan tempat pertapaan
sang ratu adil.
Konon ceritanya, dan disitu juga pernah
ada seorang pertapa muda yg kondang kesaktianya, dia bernama JAKA
PAMUNGKAS, beliau adalah raja kerajaan mandala yg menurut cerita rakyat
posisinya ada didaerah gunung lawu itu, namun tepatnya hingga sekarang
belum dapat terkuak, kerajaan misteri itu bernama kerajaan mandala surya
wilwa tikta (majapahit 2) hargo dumilah juga penuh misteri yang sering
dipergunakan sebagai ajang olah batin kanuragan bertapa dan meditasi.
KISAH SANG LAWU
Konon kabar yang sering beredar kabar bahwa gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat
dengan
tradisi dan budaya keraton, semisal upacara labuhan setiap bulan Sura
(muharam) yang dilakukan oleh Keraton mataram Surokarto dan Yogyakarta.
Dari visi folklore, ada kisah mitologi setempat yang menarik dan
menyakinkan sebenarnya penguasa gunung Lawu sekarang adalah sang ratu
adil/imam mahdi/kalki avatar, sehingga memang tempat itu begitu
berwibawa dan berkesan angker bagi penduduk setempat atau siapa saja
yang bermaksud tetirah dan mesanggrah.

Siapapun yang hendak pergi ke puncaknya
bekal pengetahuan utama adalah tabu-tabu atau weweler atau
peraturan-peraturan yang tertulis yakni larangan-larangan untuk tidak
melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan, dan bila
pantangan itu dilanggar si pelaku diyakini bakal bernasib naas.
Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan
Majapahit (1400 M). Alkisah, pada era pasang surut kerajaan Majapahit,
bertahta sebagai raja adalah Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang
Jumeneng kaping 9 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah ratu
suhita ibunda pangeran bondan kejawen/lembu peteng, nenek moyang keraton
mataram. Dan putri campa (dewi dwara wati) ibunda Raden fatah (pangeran
hasan jimbun). Hasan / fatah / jinbun, setelah dewasa menghayati
keyakinan yang berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Jinbun
Fatah seorang muslim. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Jinbun
Fatah nekat mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak Bintoro) yang
awalnya kadi paten.
Melihat situasi dan kondisi yang
demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Akankah jaman Kerta Majapahit
dapat dipertahankan,kerana biar bagaimanapun pemegang syah putra
mahkota adalah pangeran bondan kejawen/lembu peteng, yg saat itu berguru
di desa tarub kec. tawang harjo kab. grobogan porwodadi, namun jiwa dan
hati sang pangeran sangatlah lembut, beliau mengihlaskan tanah demak
menjadi milik adiknya.
Namun kerana pangeran bondan kejawen
mengalah, menimbulkan emosi bagi iparnya yaitu Girindriya wardhana
keturunan kediri, sehingga terjadilah konflik di dalam istana majapahit,
dan membuat prabu brawijaya merasa tidak tahan dengan perselisihan
antara putra putranya itu. sehingga sang prabu brawijaya mendatangi
raden fatah di demak, untuk meminta kepada sang sultan demak itu agar
bersedia kembali menjadi negara bagian dari majapahit, di bawah
pemerintahanya.
Namun usaha sang prabu gagal, karena
para wali tidak menyetujui kewibawaan islam di bawah non islam, juga
sang prabu brawijaya telah menjelaskan bukankah setelah sang prabu raja
raja majapahit juga memeluk agama islam sebagaimana demak bintoro,
karena putra mahkota majapahit yaitu pangeran bondan kejawen adalah
muslim. namun benar benar usaha yg sia sia, para wali dan sentono demak
bintoro tetap menolok untuk menjadi bawahan majapahit setelah menjadi
negeri yang merdeka.
Sebagai raja yang bijak, pada suatu
malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa.
Dan wisik pun datang, pesannya : sudah saatnya cahaya Majapahit memudar
dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan yang baru tumbuh serta
masuknya agama baru (Islam) memang sudah takdir dan tak bisa terelakkan
lagi.
Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan
hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan
keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu.
Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang umbul (bayan/
kepala dusun) yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi
dalem yang setia dua orang umbul itu pun tak tega membiarkan tuannya
begitu saja. Niat di hati mereka adalah mukti mati bersama Sang Prabu .
Syahdan, Sang Prabu bersama tiga orang abdi itupun sampailah di puncak
Harga Dalem.
Saat itu Sang Prabu bertitah : Wahai
para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus surut, aku harus pergi
meninggalkan dunia ramai ini. Kepada kamu Dipa Menggala, karena
kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi
semua mahluk gaib (peri, jin dan sebangsanya) dengan wilayah ke barat
hingga wilayah Merapi/Merbabu, ke Timur hingga gunung Wilis, ke selatan
hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan
gelar Sunan Gunung Lawu.
Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat
sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak. Sampai pada suatu hari anak
cucuku akan bertapa didalam gua hargo dumilah, dia adalah keturunan
lembu putih (arab) dan lembu peteng (jawa). Sehingga kenapa pangeran
bondan kejawen di gelari pangeran lembu peteng karena anak turunannyalah
yang selalu bertapa di gunung lawu, termasuk jaka pamungkas yg sekarang
menjadi raja keraton lawu (mandala).
Suasana pun hening dan melihat drama
semacam itu, tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon dan noyo
genggong pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bagaimana
mungkin ini terjadi Sang Prabu? Bila demikian adanya hamba pun juga akan
turut serta dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan
meninggalkan dua orang tuan dan abdi itupun berpisah dalam suasana yang
mengharukan.
Singkat cerita Sang Prabu Barawijaya pun
muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon beserta noyogenggong moksa di
Harga Dumiling. Tinggallah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai
Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi
mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai
amanat Sang Prabu Brawijaya.
Tempat-tempat lain yang diyakini
misterius oleh penduduk setempat selain tiga puncak tersebut yakni:
Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda,
Kawah Candradimuka,pat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani. Bagaimana
situasi Majapahit sepeninggal Sang Prabu? Konon sebagai yang menjalankan
tugas kerajan adalah prabu girindriya wardhana setelah pangeran bondan
kejawen tidak bersedia meneruskan pemerintahan di keraja`an majapahit
itu, beliau lebih memilih menetap didesa tarub dengan istrinya Dewi
nawangsih puti dari kiageng tarub dengan Dewi nawang wulan (legenda
rakyat Dewi nawang wulan adalah Bidadari).
Makam Lembu peteng ( Raden Bondan
Kejawan ) Terletak ± 10 KM sebelah timur kota Purwodadi tepatnya di
Dusun Barahan, Desa Tarub, Kec. Tawangharjo, Kab. Grobogan. Yang
merupakan salah satu obyek wisata ziarah yang di miliki Kec.
Tawangharjo. Raden Bondan Kejawan merupakan anak menantu dari KA Joko
Tarub, yakni suami dari Nawangsih (putri KA Joko Tarub + Dewi Nawang
wulan).
Sedangkan tentang prabu mandala sri
rajasa jaka pamungkas sekarang masih misteri seperti apakah gerangan
beliau, cuman legendanya dia pernah atau memang masih mengembara di
belahan bumi nusantara majapahit yg sampai kenegeri campa (rusia)
diantara para musyafir yg pernah bertemu dan mengenal beliau berkata
bahwa sekarang beliau telah lama tidak terlihat lagi, hanya diantara
mereka menjelaskan dia sering di panggil jaka poleng. dengan ciri ciri
fisik berambut gondrong senang memakai pakaian adat jawa, dan memiliki
dua tanda di kedua lengannya diantaranya Rajah kala cakra. Juga beliau
memiliki luka bakar, itu sedikit ciri ciri fisik sang raja yg dituturkan
oleh beberapa orang yg pernah mengenalnya.
Juga masih banyak tempat tempat bekas
beliau bertapa diantaranya di puncak merapi (garuda) di hargo jembangan
gunung muria, gunung sumbing, gunung selamet, gunung kelir muria, gunung
kelud, gunung semeru dan masih banyak mungkin daerah daerah yg lainnya,
yg mencolok yaitu di desa gentan surojoyo, pencongan dan ngadirogo,
kec. sapuran wonosobo, ketiga desa itu berjejer dan waktu beliau disana
beliau bersama dengan permaisurinya yaitu Ratu satu Ratna galih candra
wiyana ayu ning tiyas, Beliau memiliki dua orang ratu tetapi yg
termashur adalah sang Ratu 1 (ratna galih candra wiyana ayu ning
tiyas).
PENGUASA GUNUNG LAWU
Gunung Lawu memiliki beberapa tingkatan penguasa, yaitu :
Penguasa tertinggi di gunung Lawu adalah keluarga bangsa jin yang berwujud kuda sembrani, yaitu kuda berbulu putih kebiruan, bersayap, dan bertanduk lurus lancip di kepalanya, dan keluarga bangsa jin berwujud burung sebesar rumah (tinggi badan + 6 meter). Mereka tinggal di bagian puncak gunung Lawu. Masing-masing mereka berkekuatan sampai 1000 kali lipat kesaktiannya Ibu Ratu Kidul. Masing-masing berkomunitas dengan sejenisnya / keluarganya saja. Mereka tidak bersikap sebagai penguasa wilayah. Selama keberadaan mereka tidak diusik maka mereka juga tidak akan bereaksi negatif.
Penguasa tertinggi di gunung Lawu adalah keluarga bangsa jin yang berwujud kuda sembrani, yaitu kuda berbulu putih kebiruan, bersayap, dan bertanduk lurus lancip di kepalanya, dan keluarga bangsa jin berwujud burung sebesar rumah (tinggi badan + 6 meter). Mereka tinggal di bagian puncak gunung Lawu. Masing-masing mereka berkekuatan sampai 1000 kali lipat kesaktiannya Ibu Ratu Kidul. Masing-masing berkomunitas dengan sejenisnya / keluarganya saja. Mereka tidak bersikap sebagai penguasa wilayah. Selama keberadaan mereka tidak diusik maka mereka juga tidak akan bereaksi negatif.
Penguasa lapis kedua gunung Lawu adalah sesosok bangsa jin bertubuh
besar dan gempal, bertelanjang dada dan berkepala botak, yang hidup
sendiri dengan tingkat kesaktian sekitar 300 kali kesaktian Ibu Ratu
Kidul. Sosok jin inilah yang menunjukkan sikap sebagai penguasa gunung
Lawu dan berkuasa atas semua mahluk halus di bawah kekuasaannya. Semua
mahluk halus di sekitar gunung Lawu menghormati keberadaannya, karena
dia juga menjadi pengayom mereka dan manusia yang tinggal di sekitar
gunung Lawu. Tetapi selama ini dia tidak menonjolkan kekuasaannya (tidak
meminta penghormatan secara khusus), dan tidak dikenal oleh masyarakat
setempat, karena dimensinya yang tinggi yang menyebabkannya tidak
terlihat oleh manusia walaupun mampu melihat gaib. Selama suasana di
gunung Lawu aman damai itu sudah cukup baginya. Dia juga menghormati
mahluk halus lain di gunung Lawu yang lebih sakti darinya, karena juga
menjadi tempatnya meminta bantuan jika suatu saat ada gangguan.
Penguasa lapis ketiga gunung Lawu adalah
beberapa komunitas mahluk halus di bagian lereng gunung Lawu. Salah
satunya adalah komunitas yang dipimpin oleh bangsa jin bersosok seperti
manusia laki-laki tinggi besar yang bergelar Kyai Jalak. Keberadaan
semua komunitas mahluk halus itu bersifat menjaga kesakralan dan
ketentraman kehidupan di gunung Lawu. Mereka juga menghormati mahluk
halus lain di gunung Lawu yang lebih sakti dari mereka, karena juga
menjadi tempat mereka meminta bantuan jika suatu saat ada gangguan.
Sumber : http://www.duniapusaka.com
Kisah Mistis Dari Gunung Lawu
6 Hal Penting Yang Harus Kamu Tahu Sebelum Mendaki Gunung Lawu via Cemoro Sewu
April 7th, 2016 by Aliko Sunawang

Menurut beberapa pendaki, pendakian Gunung Lawu via Cemoro
Sewu adalah yang paling mudah jika dibandingkan beberapa jalur lain
seperti Cemoro Kandang dan Candi Cetho. Tapi, semudah-mudahnya pendakian
Gunung Lawu via Cemoro Sewu, tetap saja melelahkan
Hampir semua bagian track pendakian di Cemoro Sewu berupa jalan berbatu. Inilah yang
menjadi tantangan paling berat karna kita mau tak mau harus berjalan
selangkah demi selangkah. Bahkan saat turun. Mau sedikit berlari juga
cukup beresiko karna kalau terpeleset, susah untuk dibayangkan bagimana
jadinya.
Jalur Cemoro Sewu sendiri bisa dikatakan sebagai jalur pendakian
favorite di Gunung Lawu. Base camp Cemoro Sewu merupakan kawasan wisata
yang mana setiap sore biasanya akan banyak orang yang nongkrong di
pinggir jalan untuk ngadem sambil menikmati berbagai jananan seperti
pentol bakso atau jagung bakar. Kios-kios yang menjual berbagai souvenir
juga banyak terdapat di kawasan ini.
Jika kamu ingin mendaki Gunung Lawu via Cemoro Sewu untuk pertama kali, berikut ini adalah beberapa hal yang sebaiknya kamu tahu
1. KTP mu akan ditahan
Sejak peristiwa kebakaran yang terjadi pada musim kemarau panjang
tahun 2015 lalu, aturan pendakian di Gunung Lawu semakin diperketat.
Pasca kebakaran tersebut jalur Cemoro Sewu sempat beberapa kali ditutup
untuk memulihkan ekosistem yang ada. Setelah dibuka, beberapa aturan
baru mulai diterapkan. Salah satunya adalah dengan menahan KTP para
pendaki. Entah apakah penahanan KTP ini ada hubungannya dengan kebakaran
atau tidak, yang jelas tujuannya pasti baik.
Jika kamu mendaki bersama beberapa teman, kamu cukup mengumpulkan
satu KTP saja. Dalam satu kelompok, kita diperbolehkan hanya
mengumpulkan satu KTP.
2. Persiapan fisik hukumnya wajib
Walau beberapa pendaki mengatakan bahwa jalur Cemoro Sewu relatif
mudah dibandingkan beberapa jalur lain, tapi mudahnya jalur pendakian
Gunung Lawu tetaplah susah. Ada 5 buah pos yang akan kita lewati sebelum
sampai ke puncak dengan waktu tempuh masing-masing pos sekitar 1,5 jam.
Di awal-awal kita akan dihadapkan pada track berbatu yang tertata rapi.
Kelihatannya pendakian akan berjalan mudah saat kita melewati track
awal ini. Namun, setelah kita melewati pos 1, track batu yang tadinya
tertata rapi berubah menjadi bongkahan batu-batu besar. Track seperti
inilah yang akan kita lewati sepanjang perjalanan dari pos 1 sampai pos 5
Perjalanan sepanjang pos 1 sampai 5 akan semakin berat karna
kemiringan medan pendakian yang lebih dari 50 derajat dan konstan. Kita
tidak akan menemui track datar sama sekali. Disinilah kekuatan fisik dan
mental kita akan diuji. Melihat medan yang demikian, maka mempersiapkan
fisik adalah hal yang wajib sebelum kamu memutuskan untuk melakukan
pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu
3. Bawa logistik secukupnya
Salah satu hal yang paling disukai para pendaki jika melakukan
pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu mungkin adalah banyaknya warung di
beberapa pos pendakian. Bahkan, ada penjual makanan yang rela
capek-capek mendaki sambil menggendong bakul berisi nasi dan gorengan,
demi mengais rejeki. Kecuali di pos 3 dan 4, semua pos pendakian di
Gunung Lawu via Cemoro Sewu ada bangunan permanen untuk warung, namun
tidak semua warung tersebut buka setiap saat. Warung-warung tersebut
biasanya akan buka pada hari Jum’at, Sabtu dan Minggu karna pada
hari-hari tersebut jumlah pendaki biasanya akan lebih banyak
Nah, dengan banyaknya warung yang ada di sepanjang jalur pendakian,
kita tak perlu membawa logisik yang terlalu banyak saat mendaki Gunung
Lawu via Cemoro Sewu. Cukup membawa logisik seperlunya saja. Kalau lapar
kamu bisa mampir ke warung-warung yang ada di setiap pos. Hitung-hitung
turut mendukung perputaran ekonomi penduduk lokal.
4. Perihal mendirikan tenda
Kecuali di pos 4, semua pos di jalur Cemoro Sewu terdapat bangunan
semacam pendopo yang bisa digunakan para pendaki untuk beristirahat.
Banyak pendaki yang pada akhirnya menjadikan pendopo-pendopo tersebut
sebagai tempat bermalam, beberapa dari mereka bahkan mendirikan tendan
di pendopo tersebut. Kegiatan mendirikan tenda di pendopo ini sebenarnya
kurang etis karna bisa mengurangi space dan kesannya pendopo tersebut
hanya milik kelompok tertentu.
Ada aturan baru tidak tertulis yang diterapkan pada masing-masing
pendopo di tiap-tiap pos. Para pendaki kini dilarang untuk mendirikan
tenda di pendopo.
5. Sumber air
Salah satu hal menyenangkan lain dari jalur Cemoro Sewu adalah adanya
dua sumber yang bisa kita manfaatkan untuk berbagai keperluan.
Warung-warung yang ada di pos pendakian juga memanfaatkan kedua sumber
air ini. Dua sumber air tersebut adalah sebuah sendang di pos banyangan 3
(sebelum pos 1) serta di atas pos 5 (sebelum puncak)
6. Keindahan Gunung Lawu baru akan kita dapatkan setelah sampai pos 4
Perjalanan paling berat dalam pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu
adalah dari pos 1 sampai pos 4. Medan yang kita lewati hanyalah berupa
bebatuan yang terus menanjak dan menanjak. Pemandangan yang akan kita
dapatkan juga biasa-biasa saja. Alih-alih padang rumput, kita hanya akan
disuguhi pemandangan batu-batu cadas
Pemandangan indah baru akan kita dapatkan setelah sampai di pos 4.
Rangkainan bukit yang berada di sebelah selatan Gunung Lawu tampak
begitu cantik dari pos 4. Sementara di sebalah timur, beberapa gunung
yang berada di propinsi Jawa Timur mulai menunjukkan “batang hidung”
nya. Setelah sampai pos 5, pemandangan akan terlihat lebih indah lagi.
Padang rumput hijau nan cantik akan mulai menyambut perjalanan. Juga
pohon-pohon bunga edelweis. Setelah melewati pos 5, Gunung Lawu baru mau
menunjukkan keindahannya. Perjalananpun akan menjadi lebih ringan.
Untuk mencapai puncak Hargo Dumilah, kita harus melewati sebuah bukit
yang cukup tinggi.
Dari Hargo Dumilah, kita bisa menyaksikan keindahan yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Indescribable
BONUS
sumber : http://www.yukpiknik.com
Mendaki Gunung Lawu via Cemoro Sewu
Pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho
Gunung Lawu (ketinggian 3.265 mdpl) terletak di perbatasan antara
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kabupaten Karanganyar (Jateng) di
sisi barat dan Kabupaten Magetan (Jatim) di sisi timur. Gunung dengan
banyak cerita mistis dan legenda ini memiliki 3 puncak yaitu Hargo
Dalem, Hargo Dumiling, dan Hargo Dumilah.
Legenda
Menurut cerita, Gunung Lawu adalah tempat Raja Majapahit Prabu
Brawijaya V mengasingkan diri dan menghabiskan sisa hidupnya.
Menghindari kejaran dari penguasa kerajaan Demak yang tidak lain adalah
anaknya sendiri yaitu Raden Fatah. Hargo Dalem dipercaya sebagai tempat moksa (meninggal dan menyatu dengan alam) Prabu Brawijaya V. Sebelum moksa,
beliau mengangkat orang kepercayaan yaitu Sunan Gunung Lawu atau juga
dikenal sebagai Kyai Jalak. Konon jika kita menemui burung jalak di
Gunung Lawu, itu adalah jelmaan dari Sunan Gunung Lawu.
Menurut masyarakat sekitar, Gunung Lawu memiliki 3 pintu masuk. Ibarat
sebuah rumah, jalur melaui Candi Cetho adalah pintu utama, Cemoro
Kandang merupakan pintu samping, dan Cemoro Sewu pintu belakang.
Lokasi
Candi Cetho terletak di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi,
Kabupaten Karanganyar. Berjarak kurang lebih 40 km dari kota Solo dan
menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam.
![]() |
Gerbang masuk Candi Cetho |
![]() |
Lokasi |
Jalur Candi Cetho masih sepi dibanding 2 jalur lainnya yaitu Cemoro
Kandang dan Cemoro Sewu, mungkin karena berat dan jauhnya trek menuju
puncak. Perjalanan normal dari basecamp menuju puncak Hargo Dumilah bisa memakan waktu 12-15 jam, wow!
Pendakian
Basecamp terletak di sebelah kanan candi dari arah kita masuk, fasilitas yang tersedia cukup lengkap di sini, Anda bisa istirahat dan packing.
Posko pendakian terletak tidak jauh dari basecamp, sekitar 15
menit Anda akan sampai di pos masuk. Setelah membayar dan mengisi data
para pendaki, Anda akan memulai perjalanan panjang dari sini.
Basecamp |
Posko Pendakian |
Peta Jalur |
Posko - Pos 1 (1 Jam)
Awal pendakian akan dimulai dari posko pendakian, jalan masih berupa cor
yang keras karena ini masih masuk dalam kawasan candi. Kurang lebih 15
menit perjalanan sampailah di jalur tanah dan berbatu, setelah 15 menit
menyusuri jalur yang didominasi ladang, Anda akan sampai di Candi
Kethek, dinamakan Candi Kethek karena dulu di tempat ini banyak sekali
kera (kethek).
![]() |
Candi Kethek |
Sekitar 30 menit selepas Candi Kethek akhirnya sampai di Pos 1, ada shelter dengan ukuran tidak terlalu besar tapi cukup untuk beristirahat sejenak.
Pos 1 (Mbah Branti) |
Pos 1 - Pos 2 (1,5 jam)
Dari Pos 1 jalan mulai menanjak, hanya butuh waktu kurang lebih 1,5 jam untuk mencapai Pos 2. Pos 2 ditandai dengan sebuah shelter kecil di bawah pohon besar. Mohon maaf tidak ada foto di Pos 2, karena hujan mulai turun, kebetulan saya tidak membawa kamera waterproof.
Pos 2 - Pos 3 (3 jam)
Perjalanan Pos 2 menuju Pos 3 menurut saya adalah yang paling berat,
saya menyebutnya sebagai "jalur neraka". Menyusuri hutan, hujan mulai
turun dengan deras, trek basah dan licin, udara yang dingin, dan alas
kaki yang tidak mau diajak kompromi, membuat saya hampir menyerah sampai
di sini. Namun tiba-tiba saya teringat kata-kata mantan, sebut saja
Bunga, 28 tahun (bukan nama sebenarnya) "putus asa itu dosa, Mas"
akhirnya saya memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan.
Setelah menempuh perjalan selama 3 jam, akhirnya kami sampai di Pos 3,
kami memutuskan istirahat dan memasak di tempat ini. Pos 3 terdapat shelter berukuran
cukup besar dan bisa memuat sekitar 10 orang. Di sini Anda juga bisa
mendirikan tenda, tapi hanya cukup 2-3 tenda saja, karena tempat yang
tidak terlalu luas.
Pos 3 (Cemoro Dowo) |
Pos 3 - Pos 4 (2 Jam)
Di trek ini jalan masih menanjak, tetapi tidak se-ekstrim sebelumnya.
Kurang lebih 2 jam Anda akan sampai di Pos 4. Di tempat ini bisa
mendirikan tenda, karena tempatnya cukup datar, seperti halnya di Pos 3,
hanya muat 2-3 tenda saja.
Pos 4 (Penggik) |
Pos 4 - Pos 5 (2 Jam)
Trek mulai sedikit slow di sini, landai dan banyak bonus. Di
jalur ini Anda kalau sedang beruntung bisa menjumpai beberapa burung
Jalak, menurut kepercayaan masyarakat setempat adalah jelmaan dari Kyai
Jalak (Sunan Gunung Lawu).
Di sini Anda bisa menjumpai beberapa burung Jalak |
Melewati Sabana menuju Pos 5 |
Entah kenapa kamera saya tidak bisa menangkap 1 ekor burung pun, mungkin
karena masih terlalu pagi dan cahaya belum terlalu banyak masuk.
Kurang lebih 2 jam rombongan kami akhirnya sampai di Sabana atau biasa
disebut sebagai Bulak Peperangan. Konon katanya tempat ini menjadi ajang
pertempuran antara Prabu Brawijaya melawan pasukan kerajaan Demak yang
dipimpin Raden Fatah.
Di Bulak Peperangan ini kami memutuskan untuk mendirikan tenda, tidak lupa foto-foto buat kenang-kenangan.
![]() |
Tempat camp |
![]() |
View Bulak Peperangan |
![]() |
Pemanasan dulu sebelum summit attack |
![]() |
Dari kiri ke kanan: Entoet, Kiki, NAZRIL IRHAM, Furqon, Daisy Eis, Wiwit, M Top, Faizal |
![]() |
Pos 5 (Bulak Peperangan) |
Pos 5 - Hargo Dalem (2 Jam)
Setelah meninggalkan sepasang sejoli di tenda, akhirnya kami memutuskan untuk summit attack jam 9 pagi. Jalur ini lebih banyak landai dan pemandangan yang menakjubkan, selepas Sabana Anda akan menjumpai sebuah tanjakan yang mirip Tanjakan Cinta di Gunung Semeru.
![]() |
"Tanjakan Cinta" milik Gunung Lawu |
![]() |
Melintasi Sabana |
Papan Petunjuk menuju Gupakan Menjangan |
![]() |
Gupakan Menjangan |
Indah bukan? |
![]() |
Papan Pasar Dieng |
Batu-batu yang berserakan |
Berjalan ke arah kiri dari Hargo Dalem, ada sebuah warung tertinggi di Pulau Jawa yaitu Warung Mbok Yem. Anda bisa makan dan istirahat di sini jika tidak membawa tenda, dengan harga yang cukup terjangkau, untuk 1 porsi nasi pecel dan telor dibanderol Rp10.000 dan segelas teh manis Rp4.000, murah bukan? Untuk ukuran sebuah warung yang berada di atas ketinggian 3000 mdpl saya kira harga yang sangat murah.
Nazril Irham? Bukan, ini penulis blog lagi pose di depan warung Mbok Yem |
Hargo Dalem - Hargo Dumilah (30 Menit)
Untuk menuju puncak tertinggi hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit dengan medan yang cukup terjal.
![]() |
Tugu di Hargo Dumilah |
![]() |
Finally 3.265 mdpl DONE! |
Rincian Waktu Pendakian
Jalur
|
Waktu
Tempuh
|
Basecamp
-
Pos 1
|
1 jam
|
Pos 1 –
Pos 2
|
1,5 jam
|
Pos 2 –
Pos 3
|
3 jam
|
Pos 3 –
Pos 4
|
2 jam
|
Pos 4 –
Pos 5
|
2 jam
|
Pos 5 –
Hargo Dalem
|
2 jam
|
Hargo
Dalem – Hargo Dumilah
|
30 menit
|
Total
|
12 jam
|
Estimasi waktu di atas di luar bermalam, bongkar pasang tenda, masak, makan, selfie dll.
Waktu turun kurang lebih 4-5 jam.
Tiket Masuk dan Fasilitas
- Parkir sepeda motor Rp10.000
- Biaya masuk dan pendaftaran Rp15.000 (Juli 2016)
- Tempat istirahat
- Makanan dan minuman
- Merchandise
- Tempat parkir
- Toilet
- Mushola
- Wi-fi
Ucapan Terima Kasih
Hendro Yuliartono selaku pemimpin rombongan, Wiwit, Faizal, Daisy Eis,
Entoet (Solo), Furqon (Bekasi), Kiki (Semarang), juga Mas Pi'i dan Mas
Hari atas tumpangannya. KALIAN LUAR BIASA!
Special thanks to: Faizal untuk foto-fotonya.
Salam lestari dan salam rimba!
sumber : http://ariewitantra.blogspot.co.id
Pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho
TikTok Mistisnya Pendakian Lawu via Candi Cetho
Gunung Lawu (3265 mdpl)
terletak dipulau Jawa, tepatnya di perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu terletak dikabupaten Karanganyar dan Magetan. Gunung Lawu sendiri terhitung melakukan aktivitas vulkanik terakhir pada
tanggal 28 November 1885 silam.
Gunung Lawu merupakan gunung tertinggi ke 76 dari semua gunung didunia.
Adapun
untuk mencapai puncaknya terdapat 3 jalur pendakian yang cukup populer
yaitu lewat Cemoro Kandang, cemoro Sewu dan candi Cetho. Gunung Lawu
memiliki 3 puncak yaitu Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah sebagai puncak tertinggi.
Di Gunung Lawuterdapat beberapa candi peninggalan Kerajaan Majapahit,
diantaranya ada Candi Sukuh, Candi Cetho dan Candi Ketek. Ketiga candi
tersebut masih kental, oriental belum rusak dan masih terjaga
keberadaannya.. Dan yang lebih hot lagi adalah terkenal dengan
keangkerannya, beralih ke mitos lain mengatakan bahwa diantara 3 Puncak Gunung Lawu diantaranya adalah salah satu tempat menghilangnya raja
terakhir Kerajaan Majapahit, Raja Brawijaya. Bukan tidak mungkin dengan
latar belakang sejarah yang begitu menakjubkan ini suatu saat nanti
semoga anak cucu kita nanti masih bisa mendengar cerita sejarah budaya,
merawat, mencintai indonesia yang juga saya sangat cintai.
singkat cerita....
Tanggal
10 Juli 2016 jam 05.00 kami berangkat dari Klaten menuju Gunung Lawu,
oo iya kami berangkat dari Klaten berdua, kenapa berdua? singkat cerita
begini, kami menghindari resiko pantangan dan hal2 yang konon katanya
menjadi mitos di Gunung Lawu, apabila mendaki dengan rombongan ganjil
maka salah satu dari rombongan / grup akan terkena kesialan / musibah.
Pagi
itu tepat jam 07.30 kami tiba dibasecamp Gunung Lawu via Candi Cetho, setelah
melakukan pendaftaran kami berdoa terlebih dulu memohon keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
setelah itu kami naik setengah jam lebih akhirnya kami sampai
dipos 1, disini mistis kental sangat terasa, ada satu pohon yang
dikeramatkan oleh penduduk sekitar dan pohon tsb dibalut kain kafan
putih serta bau dupa yang menyengat yang membuat aroma mistis sangat
terasa disana. setelah melewati pos satu kami pun terus berjalan, 70
menitan berlalu akhirnya kami sampai dipos 2, pos 2 merupakan selter/
brak seng yang bisa digunakan apabila terjadi badai atau
semacamnya.untuk mencapai pos 2 kami banyak melewati tempat2 angker
dengan pohon besar dan tinggi yang menjulang . oke waktu itu masih siang
dan kami pun tak terlalu takut untuk memikirkan hal tersebut. 1 jam
berjalan tak terasa sudah sampai dipos 3 , disini pepohonan sudah agak
tidak begitu rapat dan pohon2 yang kesannya angker juga sudah jarang
ditemui, lanjut berjalan akhirnya kami sampai dipos 4, kami melakukan
perengangan otot agar tidak keram secara jalur via cetho ini merupakan
jalur terpanjang dan terberat dengan waktu tempuh sekitar 9-10 jam (dari
sumber google yang saya baca) untuk sampai dipuncak tanpa estiminasi
waktu istirahat, mungkin bisa sampai 10-12 jam atau lebih.tepat pukul
satu siang akhirnya kami sampai dipos 5. dipos 5 kami sempatkan
beristirahat sambil menikmati indahnya sabana bulak peperangan gunung
lawu yang tanjakannya mirip sekali dengan tanjakan cinta gunung
semeru..hehe
setelah beberapa menit beristirahat, kami lanjutkan naik keatas, setelah
naik lagi kami menemui pemandangan yang sungguh luar biasa indahnya,
namanya tempat itu adalah gupakan menjangan, konon kita bisa menjumpai
menjangan asli disini, waktu itu kami disini sempat menjumpai 2 anjing
hitam dan putih berlarian, jaraknya pun terlalu jauh dan kami yakin yang
kami lihat waktu itu adalah anjing.entah siapa yang punya anjing itu
kamipun juga kurang tau. setelah menikmati panorama yang ada kamipun
jalan lagi dan jam 2 an lebih kami sampai dipasar dieng/pasar setan.
disini ada 2 pohon dengan dua batu yang tersusun rapi menyerupai sebuah
candi dan banyak sekali dupa yang membuat saya tidak betah dengan
aromanya. jalan lagi akhirnya kami sampai dihargo dalem, disana terdapat
beberapa selter serta sebuah tempat keramat yang digunakan orang2 utuk
bersemedi dan kegiatan rohani bagi orang kejawen. tepat jam 3 kami
samapai dipuncak hargo dumilah, kami sangat menikamati moment saat itu,
tanpa disadari sunset telah turun dan tenggelam bersama harapan kami
saat itu, akhirnya kami turun untuk ngecamp dipos 5 tanpa kami sadari
bahwa ternyata persediaan air kami tinggal 11/5 liter, akhirnya kami
putuskan untuk turun kebascamp saja, waktu itu malam minggu jadi suasana
tidak terlalu sepi dan tidk terlalu ramai mengingat jalur cetho adalah
jalur terberat, tidak terasa 15 menit sudah berlalu, kami turun dan
sampai dipasar dieng, disini keanehan mulai terjadi badan kami melewati
pasar dieng sangat merinding akhirnya kami mempercepat langkah kami 45
menit akhirnya sampai dipos 5, alhamdulillah. waktu itu sorepun tidak
terlalu gelap karena sunset sore itu sangat cerah dan alhamdulilah kami
terus percepat langkah kami tanpa istirahat sedikitpun, pos 5-4-3 telah
kami turuni dan diatas pos 3 kami ssempat menggelar persediaan makanan
dan memsak makanan disana.
ditempat ini keangkeran lawu mulai bermunculan, setelah kami beres
mengisi persediaan perut kami, beres2 peralatan dan sebelum cabut teman
saya melihat sesosok putih, tanpa menghiraukan teman saya langsung
memalingkan muka dan bergegas mengikuti langka cepat saya dan
perbincangan saya dengan teman saya itu seperti ini "bro, kowe neng
mburi genti " cakapnya tanpa saya tau apa yang sudah terjadi "hemang koe
wae dab, gek midun gek bablas mulih wae " begitu sahutku. "sambil
gemeteran saya berkata " bro mbok musikmu kui disetel"
mengalihkan pembicaraan waktu itu hehe
nah, disetellah dangdut kesukaannya, dan akhirnya iya tidak komplain
lagi mueheheh aku yang ketakutan dan entah kenapa baru kali ini saya
naik gunung merasa sangat merinding bahkan waktu turun kami tak merasa
turun karena ketakutan kami waktu itu, mungkin bisa dibilang bukan jalan
kaki bisa dibilang kami seperti melayang berlari, diturunnan waktu itu
walaupun kami cepat kami juga harus memperhitungkan trek yang curam
serta kanan kiri jurang. bukan itu saja tantangan yang ada ssat kami
naik sempat menemukan beberaapa percabangan yang membingungkan dan bisa
membuat tersesat,tak hilang akal kami menandai percabangan2 itu agar
kami tidak tersesat. kembali ketopik angker "diperjalanan turun kami
tetap melewati pohon pohon besar, bukan cuma itu saja kami menjumpai 2
pohon cemara besar kembar dan yang pernah saya baca merupakan gebang
menuju kerajaan gaib, bau dupa dimana2.. baunya membius pemikiran kami
menjadi negatif, pikirqan kami pun kemana-mana, sesekali kami menjumpai
beberapa pendaki lokal yang sudah terbiasa dan saat kami menjumpai
pendaki lain saat turun rasanya seperti kepala yang menemukan pundak
untuk bersandar. tak terasa pelarian kami sangat cepat sampailah dipos
2, disini menjumpai beberapa rekan yang nge camp dipos 2. alhamdulillah
batinku.. sempat berbincang2 bercanda dengan pendaki laen,dipos 2 dirasa
sudah cukup, kami lanjut perjalanan kami, nah disinilah tempat paling
angker menurut kami, banyak suara2 aneh hingap ditelinga kami" pikirku
yang mendengar hal tsbt," ahh sudahlah mungkin cuman hewan "pikirku
sambil berpikir positip, sebenarnya wajar saja bila banyak hal klenik
yang banyak saya djumpai, secara rombongan saya cuma 2 orang, yaitu saya
dan kawan saya.dan kami seperti disambut penghuni lawu, karena
apa,karena saya yakin tak semua orang bisa menjumpai hal yang seperti
yang kami rasa dan kami lihat, jalan cepat terus sampai beberapa kali
jatuh dan tangan saya sempat sakit karena jatuh tidak siap dengan tangan
menyangga tanah, lanjut sampai akhirnya dipos satu kami berada, dan
disana sangat ramai beberapa pendaki wanita dan laki2, sekitar 20an
oranglah.hmm asik juga ya camp rame2! setelah bertegur sapa, kami
lanjutkan perjalanan kami! hehe semangat bro bc udah deket! dan setelah
itu angkernya lawu pun muncul kembali, tapi kali ini suara monyet
membuntuti kami, supri teman saya semakin ketakutan dan iameminta ganti
posisi dengan saya "ogah bener yakk" wkwk.. suaranya pun semakn menjadi
jadi, ketika menoleh suara itu hilang kami berjalan suara itu mengikuti
lagi, karena saya merasa kasian akhirnya kami bertukar senter, dan aku
mengalah menggunakan senter yang hampir habis baterainya. dan gak mauk
untuk bertukar posisi, suara aneh itu tetap masih ada sampai suatu
ketika dan kagetlah kami sudah berada didepan candi ketek, kami merasa
seperti dituntun" lho disini lho rumah kami, kerajaan kami" dan tanpa
pikir panjang kupalingkan mukaku berjalan menjauh dari tempat tsb.
sesampainya dibawah aku kembali mencium bau dupa, dan spontanlah aku
berbicara " bajigur ambune dupa rabetah aku", kataku ," supri: huss
lambemu mblah ngomong yongono" aku: la mambu gek! ,
jreng2 tibalah kami dibascamp, kami ambil id kami langsung gasspol
pulang balek ke rumah.diperjalanan balek ke klaten supri menceritakan
apa yang dia lihat dan dia rasa, saat dia bercerita kami cocokan apa
yang ia rasa dan saya rasa, ternyata yang kami rasa kan sama dan karena
itulah aku muat cerita dalam blog in! dan mistis itu memang benar
adanya!
dan alhamdulillah jam 01.30 minggu pagi kami sampai dirumah.. dan
sisupri menceritakan semua hal yang ia alami selama pendakian,
sebenarnya masih banyak hal mistis yang kami alami dilawu, tapi saya
berfikir biarlah hal tersebut tatap menjadi ke misteriusan lawu, dan
kenangan malam itu akan tetap hangat dalam fikiran dan hati kecil ku..
sekiannn!!! :)
"great experience and the best"
"view from lawu mountain"
"dont take anything without pict"
"dont leave&burn anything excepted the past"
and take a step with the right ways"
-to be continued!
tampang preman nyali tempe wakakaka #thanks
TikTok Mistisnya Pendakian Lawu via Candi Cetho
Langganan:
Postingan
(
Atom
)