Tampilkan postingan dengan label Gunung Merbabu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gunung Merbabu. Tampilkan semua postingan
CATATAN PERJALANAN PENDAKIAN GUNUNG MERBABU via WEKAS 2016

Gunung Merbabu merupakan gunung api
aktif yang memiliki ketinggian 3142 mdpl. Secara administratif gunung
ini masuk kedalam wilayah Magelang,Boyolali,Salatiga dan Semarang. Trek
yang tidak terlalu sulit dan pemandangan yang indah membuat Gunung
Merbabu sangat terkenal oleh kalangan pendaki khususnya untuk para
pemula yang mulai mencoba mendaki diatas 3000 mdpl. Ada berbagai jalur
yang dapat dipilih untuk mencapai puncaknya diantaranya yaitu via :
Selo, Suwanting, Thekelan, Cuntel dan Wekas.
Pada pendakian kali ini yang
beranggotakan Budi, Yohan K, Mega, Asih, Dian, Gilbert, Anggi, Ridho dan
Khanif (saya sendiri) mencoba untuk mendakinya lewat sisi utara Merbabu
tepatnya via Wekas, Magelang dan turun via Selo, Boyolali. Jalur ini
terkenal dengan treknya yang lebih pendek dari pada jalur lain, lebih
menanjak, dan minim bonus. Setelah cari-cari info mengenai jalur ini
akhirnya kami sepakat berangkat pada tanggal 5 Februari 2016 menggunakan
transportasi umum.
Dimulai pada hari Jumat jalan kaki dari
Sekretariat MEPA-UNS pukul 07.30 menuju gerbang depan UNS untuk menunggu
bus tujuan terminal tirtonadi. Cukup lama menunggu akhirnya pukul 08.05
WIB kami berangkat ditambah mas Agus yang kebetulan juga mau ke
terminal. Untuk tarif nya sendiri Rp25.000,- untuk sepuluh orang. Pukul
08.20 WIB kami tiba di terminal tirtonadi dan langsung oper bus jurusan
Semarang. Di dalam bus kami sempat makan dan berfoto, kami pun tertidur
pulas. Sampai Salatiga kami terbangun untuk bersiap turun di Pasar Sapi,
tarifnya yaitu Rp126.000,- (9 orang). Pukul 10.20 WIB kami tiba di
Pasar Sapi lalu oper angkutan umum arah Pasar Ngablak dengan tarif
Rp63.000,- (9 0rang). Lalu setelah sampai Pasar Ngabalak pukul 11.15 WIB
kami menunggu carteran mobil yang sudah kami pesan sebelumnya. Dengan
tarif Rp125.000,- kami tiba di basecamp Wekas pukul 12.05 WIB dan
langsung mengurus simaksi dengan harga Rp16.000,- per orang, agak mahal
memang karena turun via Selo, lain halnya jika turun kembali via Wekas
yg hanya dikenakan Rp5.000,- per orang.

Beres
mengurus simaksi kami segera bergegas menuju masjid untuk menunaikan
sholat Jumat, sedangkan sisanya menunggu di basecamp. Usai solat Jumat
kami memesan makan untuk mengisi perut yang sudah keroncongan sambil
berbincang-bincang dengan pemilik basecamp.
Tidak lama setelah itu hujan pun turun,
memaksa kami untuk di basecamp lebih lama lagi. Dikarenakan hujan tidak
kunjung reda pukul 15.30 WIBkami memutuskan untuk mulai mendaki
menerobos derasnya hujan yang turun dari langit. Sebelumnya tidak lupa
kami memakai jas hujan dan berdoa agar diberi kelancaran nantinya.
Dengan penuh semangat yang membara kami menelusuri jalan pemukiman dan
ladang penduduk. Setelah trek jalan penduduk yang agak menanjak lalu
jalan berubah menjadi tanah. Mulanya trek masih landai dan belum terlalu
menanjak hingga akhirnya kembali menanjak hingga pos 1. Di Pos 1 tempat
tidak terlalu luas,hanya bisa didirikan sekitar 3 tenda. Kami
beristirahat sejenak dan meneguk air secukupnya. Kami melanjutkan
kembali hingga pos 2. Trek dari pos 1-pos 2 masih sama berupa tanah
padat yang menanjak dan sangat menguras tenaga. Sampai pos 2 pukul 19.00
WIB kami mencari tempat datar dan langsung mendirikan tenda. Pos 2
meupakan tanah datar luas dan terdapat sumber air yang berasal dari
pipa-pipa,tapi sayang pada saat itu air tersebut sedang tidak ada.
Selesai mendirikan tenda kami berganti pakaian dan mulai memasak.
Setelah matang kami lahap hingga tetes terakhir menjadikan nampan bersih
kembali tanpa noda.
Perut kenyang dan kami memutuskan untuk
tidur menggingat esok hari masih ada perjalanan panjang. Sabtu pukul
05.30 WIB kami bangun dan langsung sarapan untuk mengisi tenaga. Setelah
sarapan kami membongkar tenda dan packing kembali ke dalam tas carrier.
Pukul 09.20 WIB kami berangkat dari pos 2 menuju pos watu kumpul dengan
membawa carrier dan isinya. Trek yang dilalui mulai berupa batu,selain
itu vegetasi juga semakin terbuka dengan pemandangan gunung
Sumbing-Sindoro yang sangat memanjakan mata. Akhirnya kami tiba di pos
watu kumpul pukul 10.15 WIB dan beristirahat sejenak.
5 menit istirahat kami melanjutkan
kembali hingga pertigaan yang menjadi tempat bertemunya jalur
thekelan,cuntel,wekas. Di pertigaan ini kami berhenti untuk menunggu
rombongan yang sebelumnya terpisah. Usai kumpul kembali kami mengambil
arah kanan untuk mencapai puncak. Setelah melewati kawah pukul 11.30 WIB
kami tiba di tanah yang datar dan biasa disebut helipad. Trek disini
sangat menanjak dan curam,selain itu jalan sudah berubah menjadi batu,
vegetasi juga sudah terbuka. Sesekali terjadi hembusan angin yang cukup
kencang. Cuaca mulai mendung, kami sadar harus lebih cepat melangkah
untuk sampai puncak. Hingga akhirnya kami sampai dipertigaan
Syarif-Kenteng Songo,sambil menunggu rombongan yang dibelakang saya,
Gilbert, Ridho, Mega, Anggi berinisiatif belok kiri untuk mampir
terlebih dahulu di Puncak Syarif . Pukul 12.45 WIB kami sampai di Puncak
Syarif dengan ketinggian 3119 mdpl. Di sini kami mengambil beberapa
foto dan langsung kembali ke pertigaan untuk bergabung bersama
rombongan. Sampai dipertigaan kami istirahat dan makan biskuit Hatari
rasa durian kesukaan kami semua
Kami melanjutkan kembali mengambil arah
kanan untuk menuju Puncak Kenteng Songo. Tak lama kemudian hujan pun
turun lagi tanpa diundang. Kami kembali berhenti untuk memakai jas
hujan. Di sini trek dari pertigaan berupa tanah datar sampai akhirnya
sangat curam saat akan mencapai puncak. Di sini juga terpasang tali
webbing yg berguna untuk membantu pendaki mengingat curamnya trek
sebelum puncak. Pukul 14.00 WIB akhirnya kami mencapai Puncak Kenteng
Songo. Puncak ini merupakan puncak tertinggi di Gunung Merbabu dengan
ketinggian 3142 mdpl. Beruntung karena saat di puncak hujan reda
walaupun angin bertiup kencang. Setelah istirahat dan makan cemilan kami
langsung mengambil beberapa gambar dengan memegang bendera organisasi
kami. Cuaca yang kami harapkan ternyata hanyalah sesaat dan pergi begitu
saja, kabut dan awan mendung kembali turun. Kami pun memutuskan untuk
segera turun karena khawatir terjebak hujan dan angin kencang (badai).
Pukul 14.30 WIB
kami turun lewat jalur Selo sesuai dengan
apa yang kami rencanakan. Tiba di Sabana 1 pukul 16.00 WIB dan lanjut
hingga pos 3 sekitar 50 menit kemudian. Di pos 3 ini banyak sekali
pendaki yang mendirikan tenda karena memang tempatnya yang datar dan
luas. Kami lanjut hingga Pos 2 Pukul 17.20 WIB dan akhirnya sampai
Basecamp Selo Pukul 19.30 WIB
Di Basecamp Selo kami menginap dan esok
paginya kembali ke Solo. Minggu Pukul 08.30 WIB kami carter mobil pikep
menuju terminal Boyolali dengan tarif Rp250.000,- Setelah sampai kami
menaiki bus menuju terminal Tirtonadi. Sampai terminal Tirtonadi kami
kembali naik bus jurusan Tawangmangu untuk kembali ke kampus UNS.
Akhirnya Pukul 11.30 WIB kami tiba di kampus dan kembali ke Sekretariat
MEPA-UNS.


Catatan khusus :
- Jarak antara jalan raya – Basecamp Wekas sangat jauh lebih dari 3 km, jadi sebaiknya jika menggunakan transportasi umum lebih baik menaiki ojek atau carter mobil
- Untuk estimasi air tanyakan ke pemilik Basecamp apakah di Pos 2 terdapat air atau tidak karena saat pendakian kami air di Pos 2 yang biasanya mengalir lewat pipa saat itu sedang mampat
- Saat musim penghujan sebaiknya lebih berhati-hati saat turun ataupun naik via Selo, sebab sangat sering terjadi hujan disertai angin kencang (badai)
- Mendakilah gunung dengan bijak,bawa turun sampah, hindari vandalisme, dan jangan membuat api unggun sekalipun saat musim penghujan. Salam lestari
Ditulis oleh :
Khanif Zulkarnaen
MEPA 14.016
Sunber : https://mepauns.wordpress.com
Dengan Berbagi Kita Akan Menjadi Kaya ^_^
Termasuk Ketika Kita Berbagi Pengalaman, Maka Akan Ada Pengalaman Baru Yang Akan Kita Dapatkan
Pendakian Merbabu Via Wekas
Sejarah Dan Asal Usul Gunung Lawu

Sobat,
pernah denger nama gunung Lawu kah? Atau pernah berkunjung kesana? Kalo
udah pernah, yuk sekarang simak asal-usul kenapa dinamai gunung Lawu
dan gimana sih sejarah dan asal usl dari gunung yang satu ini? Kita akan
temukan jawabannya di ulasan kali ini soalnya ABe bakal kupas tuntas
buat kalian semua, cekidot yaa..
Kalo ngomongin gunung Lawu, udah pasti kita gak bakal lepas dari
ketiga puncak gunungnya. Adapun 3 puncak gunung itu bernama puncak Hargo
Dumilah, Hargo Dalem, sama Hargo Dumling. Selama ini, di kalangan
masyarakat Indonesia gunung Lawu disebut sebagai gunung angker, hal ini
disebabkan sama misteri-misteri berbeda yang dimiliki ama masing-masing
puncak tersebut. Tau kenapa gunung Lawu dianggap sebagai tempat mistis
dan sering jadi tempat sentral untuk ngelakuin bermacam-macam kegiatan
spiritual? Hal itu karena emang disana ada penjaga dalam tanda petik ya
ada mahluk gaibnya.
Menurut sejarah nih ya, mahluk gaib penunggu gunung Lawu ada berawal
ketika kerajaan Majapahit ada di bawah pemerintahan Sinuwun Bumi Nata
Bhrawijaya Pamungkas. Tepatnya saat anaknya, Raden Fatah telah menginjak
dewasa dan memutuskan untuk memeluk agama Islam, bukan agama Buddha
seperti yang dianut oleh kedua orang tuanya. Terus, ketika udah ngerasa
mantap memeluk agama Islam, Raden Fatah pun ngebangun kerajaan Demak,
sang ayah jelas ngerasa khawatir dong sobat.
Untuk menghindari kekhawatirannya, sang Prabu bertapa untuk dapetin
wangsit yang bisa ngasih pencerahan ke pikirannya, dan bukannya wangsit
yang didapat, malah dia mimpi kalo kerajaan Majapahit yang diperintahnya
bakal kehilangan cahaya, karena cahaya kemakmuran itu justru beralih ke
kerajaan Demak yang diperintah oleh sang anak. Udah tau begitu, sang
Prabu pergi dari istananya tanpa ada seorang rakyat pun yang tahu trus
dia kabur ke gunung Lawu.
Nah, di tengah perjalanan menuju puncak gunung Lawu, sang Prabu
ketemu sama 2 orang kepala dusun yang masing-masing bernama Dipa
Menggala sama Wangsa Menggala. Kedua kepala dusun itu kemudian nemenin
si Prabu dengan setia sampe puncak Hargo Dalem. Dalam perjalanan itulah
sobat, sang Prabu ternyata ngangkat (bahasa kerennya sih melantik) Dipa
Menggala jadi penguasa abadi gunung Lawu dan jadi boss dari semua mahluk
gaib yang ada di seantero gunung, ceileh,, keren amat jabatannya..
Kalo di Dipa Menggala udah jadi boss-nya hantu-hantu di seluruh
gunung Lawu, trus gimana nih sama nasib si Wangsa Menggala? Ternyata
sobat, Wangsa Menggala diangkat jadi patih dengan sebutan Kyai Jalak.
Dan ternyata sampe akhir hayat si Prabu, kedua kepala dusun ini menjelma
jadi mahluk gaib dan menjaga gunung Lawu sampe saat ini karena
kesetiaannya dan karena tanggung jawab yang diberikan oleh si Prabu
untuk ngejaga gunung, jadi, banyak orang yang sampe saat ini masih setia
ngelakuin kegiatan sakral atau aktivitas spiritual di gunung ini karena
ada dua boss gaib yang masih setia ngejaga gunung loh. Begitu
ceritanya.
Sumber : http://ayobuka.com
Sejarah Dan Asal Usul Gunung Lawu
Dibalik Mistiknya Gunung Merbabu 3.142 mdpl
Gunung Merbabu terletak di Propinsi Jawa Tengah dengan ketinggian
3142M dpl pada puncak Kenteng Songo. Gunung Merbabu berasal dari kata
"meru" yang berarti gunung dan "babu" yang berarti wanita. Gunung ini
dikenal sebagai gunung tidur meskipun sebenarnya memiliki 5 buah kawah:
kawah Condrodimuko, Kombang, Kendang, Rebab, dan Sambernyowo. Terdapat 2
buah puncak yakni puncak Syarif (3119m) dan puncak Kenteng Songo
(3142m).

Puncak Gn.Merbabu Dapat ditempuh dari Kopeng (salatiga) atau dari selo
(Boyolali). Perjalanan akan sangat menarik bila Anda berangkat dari
kopeng kembali lewat jalur selo. Pemandangan yang sangat indah dapat
disaksikan disepanjang perjalanan. Banyak terdapat gunung disekitar
gunung Merbabu, diantaranya Gn. Merapi, Gn.Telomoyo, Gn.Ungaran.
Pos Thekelan
Dari Jakarta bisa naik kereta api atau bus ke Semarang, Yogya, atau Solo. Dilanjutkan dengan bus jurusan Solo-Semarang turun di kota Salatiga, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari Yogya naik bus ke Magelang, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng.
Dari kopeng terdapat banyak jalur menuju ke Puncak, namun lebih baik melewati desa tekelan karena terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai bantuan yang diperlukan. Pos Tekelan dapat ditempuh melalui bumi perkemahan Umbul Songo.
Di bumi perkemahan Umbul Songo Anda dapat beristirahat menunggu malam tiba, karena pendakian akan lebih baik dilakukan malam hari tiba dipuncak menjelang matahari terbit. Andapun dapat beristirahat di Pos Thekelan yang menyediakan tempat untuk tidur, terutama bila tidak membawa tenda. Dapat juga berkemah di Pos Pending karena di tiga tempat ini kita bisa memperoleh air bersih.
Masyarakat disekitar Merbabu mayoritas beragama Budha sehingga akan kita temui beberapa Vihara disekitar Kopeng. Penduduk sering melakukan meditasi atau bertapa dan banyak tempat-tempat menuju puncak yang dikeramatkan. Pantangan bagi pendaki untuk tidak buang air di Watu Gubug dan sekitar Kawah. Juga pendaki tidak diperkenankan mengenakan pakaian warna merah dan hijau.
Pos Thekelan
Dari Jakarta bisa naik kereta api atau bus ke Semarang, Yogya, atau Solo. Dilanjutkan dengan bus jurusan Solo-Semarang turun di kota Salatiga, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari Yogya naik bus ke Magelang, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng.
Dari kopeng terdapat banyak jalur menuju ke Puncak, namun lebih baik melewati desa tekelan karena terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai bantuan yang diperlukan. Pos Tekelan dapat ditempuh melalui bumi perkemahan Umbul Songo.
Di bumi perkemahan Umbul Songo Anda dapat beristirahat menunggu malam tiba, karena pendakian akan lebih baik dilakukan malam hari tiba dipuncak menjelang matahari terbit. Andapun dapat beristirahat di Pos Thekelan yang menyediakan tempat untuk tidur, terutama bila tidak membawa tenda. Dapat juga berkemah di Pos Pending karena di tiga tempat ini kita bisa memperoleh air bersih.
Masyarakat disekitar Merbabu mayoritas beragama Budha sehingga akan kita temui beberapa Vihara disekitar Kopeng. Penduduk sering melakukan meditasi atau bertapa dan banyak tempat-tempat menuju puncak yang dikeramatkan. Pantangan bagi pendaki untuk tidak buang air di Watu Gubug dan sekitar Kawah. Juga pendaki tidak diperkenankan mengenakan pakaian warna merah dan hijau.
Pada tahun baru jawa 1 suro penduduk melakukan upacara tradisional di
kawah Gn. Merbabu. Pada bulan Sapar penduduk Selo (lereng Selatan
Merbabu) mengadakan upacara tradisional. Anak-anak wanita di desa
tekelan dibiarkan berambut gimbal untuk melindungi diri dan agar
memperoleh keselamatan.
Pos IV Gn. Watu Tulis, beberapa gunung disambung dng Jembatan Setan
Perjalanan dari Pos Tekelan yang berada ditengah perkampungan penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan pinus. Dari sini kita dapat menyaksikan pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening.
Di Pos Pending kita dapat menemukan mata air, juga kita akan menemukan sungai kecil (Kali Sowo). Sebelum mencapai Pos I kita akan melewati Pereng Putih kita harus berhati-hati karena sangat terjal. Kemudian kita melewati sungai kering, dari sini pemandangan sangat indah ke bawah melihat kota Salatiga terutama di malam hari.
Watu Gubug yang dikeramatkan masyarakat penuh dengan coretan para "pecinta alam".
Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II, menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang dapat dimasuki 5 orang. Konon merupakan pintu gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib.
Menuju Kenteng Songo jalur selebar 1 meter kiri-kanan jurang
Bila ada badai sebaiknya tidak melanjutkan perjalanan karena sangat berbahaya. Mendekati pos empat kita mendaki Gn. Watu tulis jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang.
Menuju Pos V jalur menurun, pos ini dikelilingi bukit dan tebing yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Condrodimuko. Dan disini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang disisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Puncak Gn. Merbabu dengan latar belakang Gn. Merapi
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali.
Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.
Menuju Puncak Kenteng Songo ini jalurnya sangat berbahaya, selain sempit hanya berkisar 1 meter lebarnya dengan sisi kiri kanan jurang bebatuan tanpa pohon, juga angin sangat kencang siap mendorong kita setiap saat. Di puncak ini terdapat batu kenteng / lumpang / berlubang dengan jumlah 9 menurut penglihatan paranormal.
Menuruni gunung Merbabu lewat jalur menuju Selo menjadi pilihan yang menarik. Kita akan melewati padang rumput dan hutan edelweis, juga bukit-bukit berbunga yang sangat indah dan menyenangkan seperti di film India yang sangat menghibur kita sehingga lupa akan segala kelelahan, kedinginan dan rasa lapar. Disepanjang jalan kita dapat menyaksikan Gn.Merapi yang kelihatan sangat dekat dengan puncak yang selalu mengeluarkan Asap.
Jalur Selo menuruni dan mendaki beberapa gunung kecil
Kita akan menuruni dan mendaki beberapa gunung kecil yang dilapisi rumput hijau tanpa pepohonan untuk berlindung dari hempasan angin. Disepanjang jalur tidak terdapat mata air dan pos peristirahatan. Kabut dan badai sering muncul dengan tiba-tiba, sehingga sangat berbahaya untuk mendirikan tenda. Jalur menuju Selo ini sangat banyak dan tidak ada rambu penunjuk jalan, sehingga sangat membingungkan pendaki.
Banyak jalur yang sering dilalui penduduk untuk mencari rumput dipuncak gunung, sehingga pendaki akan sampai diperkampungan penduduk. Sambutan yang sangat ramah dan meriah diberikan oleh penduduk Selo bagi setiap pendaki yang baru saja turun Gn.Merbabu. Apabila Anda tidak bisa berbahasa jawa ucapkan saja terima kasih.
Dari Selo dapat dilanjutkan dengan bus kecil jurusan Boyolali-Magelang, bila ingin ke yogya ambil jurusan Magelang, dan bila hendak ke Semarang atau Solo ambil jurusan Boyolali.
Rute Kopeng - Gunung Merbabu No Rute Jarak Waktu
1 Semarang/Solo - Salatiga
2 Salatiga - Kopeng (Umbul Songo) 12 km
3 Umbul Songo - Thekelan (Base Camp) 1 km 30 menit
4 Thekelan - Pos Pending 1,2 km 1 jam
5 Pos Pending - Pos I Gumuk 1,5 km 1,5 jam
6 Pos I - Pos II Lempong Sampan 785 m 1 jam
7 Pos II - Pos III Watu Gubug (Gunung Pertapan) 724 m 1 jam
8 Pos III - Pos IV (Gunung Watu Tulis) 453 m 45 menit
9 Pos IV - Pos V ( Helipad ) 630 m 30 menit
10 Pos V - Persimpangan ( Geger Sapi ) 627 m 45 menit
11 Persimpangan - Puncak Syarif ( Gn. Pregodalem ) 130 m 10 menit
12 Persimpangan - Puncak Gunung Kenteng Songo 443 m 45 menit
Rute Selo - Gunung Merbabu
1 Solo/Semarang/Yogya - Boyolali
2 Boyolali - Selo (Pasar)
3 Pasar - Base Camp (Pak Sunarto)
4 Base Camp - Shelter I (Balong)
5 Shelter I - Shelter II (Pentur)
6 Shelter II - Shelter III
7 Shelter III - Shelter IV
8 Shelter IV - Shelter V (Puncak Kenteng Songo)
sumber
Pos IV Gn. Watu Tulis, beberapa gunung disambung dng Jembatan Setan
Perjalanan dari Pos Tekelan yang berada ditengah perkampungan penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan pinus. Dari sini kita dapat menyaksikan pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening.
Di Pos Pending kita dapat menemukan mata air, juga kita akan menemukan sungai kecil (Kali Sowo). Sebelum mencapai Pos I kita akan melewati Pereng Putih kita harus berhati-hati karena sangat terjal. Kemudian kita melewati sungai kering, dari sini pemandangan sangat indah ke bawah melihat kota Salatiga terutama di malam hari.
Watu Gubug yang dikeramatkan masyarakat penuh dengan coretan para "pecinta alam".
Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II, menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang dapat dimasuki 5 orang. Konon merupakan pintu gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib.
Menuju Kenteng Songo jalur selebar 1 meter kiri-kanan jurang
Bila ada badai sebaiknya tidak melanjutkan perjalanan karena sangat berbahaya. Mendekati pos empat kita mendaki Gn. Watu tulis jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang.
Menuju Pos V jalur menurun, pos ini dikelilingi bukit dan tebing yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Condrodimuko. Dan disini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang disisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Puncak Gn. Merbabu dengan latar belakang Gn. Merapi
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali.
Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.
Menuju Puncak Kenteng Songo ini jalurnya sangat berbahaya, selain sempit hanya berkisar 1 meter lebarnya dengan sisi kiri kanan jurang bebatuan tanpa pohon, juga angin sangat kencang siap mendorong kita setiap saat. Di puncak ini terdapat batu kenteng / lumpang / berlubang dengan jumlah 9 menurut penglihatan paranormal.
Menuruni gunung Merbabu lewat jalur menuju Selo menjadi pilihan yang menarik. Kita akan melewati padang rumput dan hutan edelweis, juga bukit-bukit berbunga yang sangat indah dan menyenangkan seperti di film India yang sangat menghibur kita sehingga lupa akan segala kelelahan, kedinginan dan rasa lapar. Disepanjang jalan kita dapat menyaksikan Gn.Merapi yang kelihatan sangat dekat dengan puncak yang selalu mengeluarkan Asap.
Jalur Selo menuruni dan mendaki beberapa gunung kecil
Kita akan menuruni dan mendaki beberapa gunung kecil yang dilapisi rumput hijau tanpa pepohonan untuk berlindung dari hempasan angin. Disepanjang jalur tidak terdapat mata air dan pos peristirahatan. Kabut dan badai sering muncul dengan tiba-tiba, sehingga sangat berbahaya untuk mendirikan tenda. Jalur menuju Selo ini sangat banyak dan tidak ada rambu penunjuk jalan, sehingga sangat membingungkan pendaki.
Banyak jalur yang sering dilalui penduduk untuk mencari rumput dipuncak gunung, sehingga pendaki akan sampai diperkampungan penduduk. Sambutan yang sangat ramah dan meriah diberikan oleh penduduk Selo bagi setiap pendaki yang baru saja turun Gn.Merbabu. Apabila Anda tidak bisa berbahasa jawa ucapkan saja terima kasih.
Dari Selo dapat dilanjutkan dengan bus kecil jurusan Boyolali-Magelang, bila ingin ke yogya ambil jurusan Magelang, dan bila hendak ke Semarang atau Solo ambil jurusan Boyolali.
Rute Kopeng - Gunung Merbabu No Rute Jarak Waktu
1 Semarang/Solo - Salatiga
2 Salatiga - Kopeng (Umbul Songo) 12 km
3 Umbul Songo - Thekelan (Base Camp) 1 km 30 menit
4 Thekelan - Pos Pending 1,2 km 1 jam
5 Pos Pending - Pos I Gumuk 1,5 km 1,5 jam
6 Pos I - Pos II Lempong Sampan 785 m 1 jam
7 Pos II - Pos III Watu Gubug (Gunung Pertapan) 724 m 1 jam
8 Pos III - Pos IV (Gunung Watu Tulis) 453 m 45 menit
9 Pos IV - Pos V ( Helipad ) 630 m 30 menit
10 Pos V - Persimpangan ( Geger Sapi ) 627 m 45 menit
11 Persimpangan - Puncak Syarif ( Gn. Pregodalem ) 130 m 10 menit
12 Persimpangan - Puncak Gunung Kenteng Songo 443 m 45 menit
Rute Selo - Gunung Merbabu
1 Solo/Semarang/Yogya - Boyolali
2 Boyolali - Selo (Pasar)
3 Pasar - Base Camp (Pak Sunarto)
4 Base Camp - Shelter I (Balong)
5 Shelter I - Shelter II (Pentur)
6 Shelter II - Shelter III
7 Shelter III - Shelter IV
8 Shelter IV - Shelter V (Puncak Kenteng Songo)
sumber
sumber : http://sraksruk.blogspot.co.id
Dibalik Mistiknya Gunung Merbabu 3.142 mdpl
Misteri Gunung Merbabu (3.145 m)
Posted by Rayap Jalanan
11.39
![]() |
Masyarakat lereng Gunung Merbabu punya cerita. Penuturan yang populer
di kalangan warga dan pendaki adalah soal pasar gaib yang bernama Pasar
Setan. Pasar ini dijadikan ajang transaksi gaib diantara makhluk halus.
Benarkah?
Kisah Pasar Setan di Gunung Merbabu sudah jadi cerita umum yang dikenal pula di kalangan pendaki dan pecintan alam. Tempat ini bahkan dijadikan tempat pos pendakian. Pendaki akan mendirikan tenda dan beristirahat di sini.
Lokasi ini begitu dikenal. Jalan yang terjal dan medan yang cukup rumit tak jadi penghalang sejumlah pendaki untuk mengunjungi lokasi ini. Biasanya sebelum mencapai tempat ini pendaki akan singgah ke Kenthen Songo.
Pasar Setan dituturkan di sejumlah blog pecinta alam. Kisah mistisnya jarang dituturkan. Pendaki lebih tertarik dengan kondisi alamnya yang menawan.
Tidak ada catatan resmi tentang pasar setan. Sebagian kisah sulit dikonfirmasi. Katanya setiap malam pasar ini akan berubah ramai. Sayangnya hanya beberapa orang dengan kemampuan khusus saja yang bisa merasakan hal ini.
Dalam situs Merbabu.com ada nama lain selain Pasar Setan yang dipercaya sebagai pasar makhluk halus. Namanya Pasar Bubrah.
“Pasar bubrah adalah pasarnya bangsa mahkluk halus. Watu gubug di Gn.Merbabu adalah pintu gerbang menuju kerajaan Gaib,” tulis laman itu.
Salah satu postingan cerita di situs tumblr.com ini menyinggung tentang pasar setan. Kisah dengan narasumber anonim ini menyebutkan pihaknya telah melakukan pendakian ke Gunung Merbabu beberapa tahun lalu.
Cerita yang diposting 2 tahun lalu itu menuturkan sejumlah kejanggalan yang terjadi saat pendakian. Katanya sebelum sampai di puncak gunung mereka bertemu dengan jasad pria tak dikenal yang tiba-tiba lenyap.
Saat mencapai lokasi mereka juga menyaksikan keramaian pasar setan yang hanya terjadi di malam hari. Kondisi alam berubah saat itu. Diklaim hal ini sudah biasa bagi warga sekitar. Sang penulis menutupnya dengan cerita soal bungkamnya masyarakat Merbabu yang akan kena kutukan jika menuturkan kisah ini.
Jika dilihat urutan ceritanya, tentu sulit dipercaya. Banyak mitos mistis yang berkembang sulit dikonfirmasi. Sebagian terdengar aneh. Laman belantaraindonesia.org mencoba meredam kisah ini dengan menyebut penamaan Pasar Setan hanya untuk penanda saja.
Entah mana yang benar, sebuah kisah penuh misteri nyatanya selalu menyelimuti Gunung Merbabu. Sama seperti “saudara kembarnya” Gunung Merapi yang dituturkan sebagai basis kekuatan ghaib.
Menurut catatan Wikipedia.org, Merbabu adalah gunung berapi tipe B yang pernah meletus ratusan tahun yang lalu. Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato atau gunung berapi yang berada di wilayah Magelang dan Boyolali.
Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pamrihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, “merbabu” berasal dari gabungan kata “meru” (gunung) dan “abu” (abu).
Nama ini baru muncul pada catatan-catatanBelanda. Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut.(http://www.solopos.com/2014/02/21/misteri-gunung-merbabu-pasar-bubrah-pasar-gaib-dan-pertapaan-bujangga-manik-491302).
Kisah Pasar Setan di Gunung Merbabu sudah jadi cerita umum yang dikenal pula di kalangan pendaki dan pecintan alam. Tempat ini bahkan dijadikan tempat pos pendakian. Pendaki akan mendirikan tenda dan beristirahat di sini.
Lokasi ini begitu dikenal. Jalan yang terjal dan medan yang cukup rumit tak jadi penghalang sejumlah pendaki untuk mengunjungi lokasi ini. Biasanya sebelum mencapai tempat ini pendaki akan singgah ke Kenthen Songo.
Pasar Setan dituturkan di sejumlah blog pecinta alam. Kisah mistisnya jarang dituturkan. Pendaki lebih tertarik dengan kondisi alamnya yang menawan.
Tidak ada catatan resmi tentang pasar setan. Sebagian kisah sulit dikonfirmasi. Katanya setiap malam pasar ini akan berubah ramai. Sayangnya hanya beberapa orang dengan kemampuan khusus saja yang bisa merasakan hal ini.
Dalam situs Merbabu.com ada nama lain selain Pasar Setan yang dipercaya sebagai pasar makhluk halus. Namanya Pasar Bubrah.
“Pasar bubrah adalah pasarnya bangsa mahkluk halus. Watu gubug di Gn.Merbabu adalah pintu gerbang menuju kerajaan Gaib,” tulis laman itu.
Salah satu postingan cerita di situs tumblr.com ini menyinggung tentang pasar setan. Kisah dengan narasumber anonim ini menyebutkan pihaknya telah melakukan pendakian ke Gunung Merbabu beberapa tahun lalu.
Cerita yang diposting 2 tahun lalu itu menuturkan sejumlah kejanggalan yang terjadi saat pendakian. Katanya sebelum sampai di puncak gunung mereka bertemu dengan jasad pria tak dikenal yang tiba-tiba lenyap.
Saat mencapai lokasi mereka juga menyaksikan keramaian pasar setan yang hanya terjadi di malam hari. Kondisi alam berubah saat itu. Diklaim hal ini sudah biasa bagi warga sekitar. Sang penulis menutupnya dengan cerita soal bungkamnya masyarakat Merbabu yang akan kena kutukan jika menuturkan kisah ini.
Jika dilihat urutan ceritanya, tentu sulit dipercaya. Banyak mitos mistis yang berkembang sulit dikonfirmasi. Sebagian terdengar aneh. Laman belantaraindonesia.org mencoba meredam kisah ini dengan menyebut penamaan Pasar Setan hanya untuk penanda saja.
Entah mana yang benar, sebuah kisah penuh misteri nyatanya selalu menyelimuti Gunung Merbabu. Sama seperti “saudara kembarnya” Gunung Merapi yang dituturkan sebagai basis kekuatan ghaib.
Menurut catatan Wikipedia.org, Merbabu adalah gunung berapi tipe B yang pernah meletus ratusan tahun yang lalu. Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato atau gunung berapi yang berada di wilayah Magelang dan Boyolali.
Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pamrihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, “merbabu” berasal dari gabungan kata “meru” (gunung) dan “abu” (abu).
Nama ini baru muncul pada catatan-catatanBelanda. Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut.(http://www.solopos.com/2014/02/21/misteri-gunung-merbabu-pasar-bubrah-pasar-gaib-dan-pertapaan-bujangga-manik-491302).
![]() |
Gunung yang terletak di perbatasan kota Salatiga, Magelang dan Boyolali ini memang menyimpan keindahan yang luar biasa yang sayang jika di lewatkan. Gunung tipe strato ini juga menyimpan sejuta misteri dari beberapa puncaknya dan tempat yang sangat disakralkan jika dikunjungi oleh para pendaki yang ingin menapaki puncak tertingginya yaitu Kenteng Songo (3142 Mdpl). Keindahan alam gunung ini dapat dirasakan dari dua jalur pendakian utama yaitu jalur pendakian thekelan, Kopeng dan jalur pendakian Selo, Boyolali.
Jalur Kopeng
Menikmati negeri diatas awan, Kenteng Songo
dapat ditempuh dari jalur Thekelan, Kopeng, jalur ini merupakan jalur favorit
para pendaki dari wilayah Salatiga dan sekitarnya dengan jarak tempuh yang
tidak begitu lama dan relatif landai sehingga jalur ini paling sering di pilih
oleh para pendaki dan pencinta alam yang ingin menjajal rasa penasarannya
terhadap gunung tua ini. Jalur ini juga dinikmati karena ada sumber air bersih
di Pos Pending yang jarang sekali ditemui jika melalui jalur Selo.
Selepas dari pos Pending pendaki akan melalui sebuah cerukan batu besar yang dapat digunakan sebagai tempat berlindung dari badai sewaktu malam yang dinamai Watu Gubug, menjadi salah satu tempat yang disakralkan bagi penduduk lereng Gunung Merbabu. Naik sedikit keatas akan menemui pos pemancar yang dari sini pemandangan mulai terbuka dengan pemandangan puncak Kenteng Songo dan 6 puncak Merbabu yang lain yang sudah mulai terlihat selepas pos ini. Setelah menyebrangi jembatan setan maka sampailah para pendaki di puncak tertinggi Merbabu, Kenteng Songo.
Selepas dari pos Pending pendaki akan melalui sebuah cerukan batu besar yang dapat digunakan sebagai tempat berlindung dari badai sewaktu malam yang dinamai Watu Gubug, menjadi salah satu tempat yang disakralkan bagi penduduk lereng Gunung Merbabu. Naik sedikit keatas akan menemui pos pemancar yang dari sini pemandangan mulai terbuka dengan pemandangan puncak Kenteng Songo dan 6 puncak Merbabu yang lain yang sudah mulai terlihat selepas pos ini. Setelah menyebrangi jembatan setan maka sampailah para pendaki di puncak tertinggi Merbabu, Kenteng Songo.
Kenteng Songo, Misteri Alam Ghaib Merbabu
Setiap gunung yang ada di pulau Jawa akan
memiliki cerita tersendiri terkait beberapa tempat yang unik yang terdapat di
dalamnya misalnya berbicara tentang Gunung Merapi pasti akan berbicara tentang
Pasar Bubrah, atau berbicara tentang Gunung Lawu pasti akan berbicara tentang
Hargo Dalem sebagai tempat petilasan Brawijaya V, lalu bagaimana dengan Gunung
Merbabu.
Ada salah satu tempat di Gunung Merbabu yang menjadi tempat yang masih menjadi misteri sampai saat ini dan memiliki nilai keindahan serta keeksotisan yang tidak akan pernah terbayarkan dengan apa pun, sebut saja Kenteng Songo, puncak tertinggi Merbabu dari 7 puncak yang ada di Merbabu. Disini terdapat 4 Watu Kenteng (batu berlubang) yang tentunya kalau dilihat tanpa kasat mata hanya terdapat 4 lubang/kenteng, namun sesungguhnya terdapat 9 kenteng/lubang yang ada pada puncak ini jika dilihat secara ghaib.
Percaya tidak percaya memang watu Kenteng Songo memang sudah ada semenjak Gunung Merbabu ini terbentuk dan disekitar sinilah terjadi aktifitas dari para makhluk halus penunggu Gunung Merbabu. Banyak sekali kejadian- kejadian yang tidak lazim yang ditemukan oleh para pendaki yang membuat camp di puncak Kenteng Songo dari kejadian fatamorgana sampai yang mendengar keramaian di puncak Kenteng Songo yang padahal tidak ada seseorang pun kecuali para pendaki yang sedang beristirahat di puncak ini.
Terkadang dapat dikatakan Kenteng Songo menjadi negeri diatas awan bukan hanya bagi para pendaki/manusia melainkan bagi para lelembut yang selalu menjaga Gunung Merbabu ini. Dari sini akan terlihat pemandangan klasik Merapi dan 6 puncak Merbabu yang lain, seperti Triangulasi, Pregodalem, Watu Gubung, maupun puncak pemancar. (Angga Riyon Nugroho)
(http://keunikan-sejarah.blogspot.com/2013/05/kenteng-songo-menapaki-keeksotisan.html).
sumber:
http://www.solopos.com/2014/02/21/misteri-gunung-merbabu-pasar-bubrah-pasar-gaib-dan-pertapaan-bujangga-manik-491302
http://keunikan-sejarah.blogspot.com/2013/05/kenteng-songo-menapaki-keeksotisan.html
Ada salah satu tempat di Gunung Merbabu yang menjadi tempat yang masih menjadi misteri sampai saat ini dan memiliki nilai keindahan serta keeksotisan yang tidak akan pernah terbayarkan dengan apa pun, sebut saja Kenteng Songo, puncak tertinggi Merbabu dari 7 puncak yang ada di Merbabu. Disini terdapat 4 Watu Kenteng (batu berlubang) yang tentunya kalau dilihat tanpa kasat mata hanya terdapat 4 lubang/kenteng, namun sesungguhnya terdapat 9 kenteng/lubang yang ada pada puncak ini jika dilihat secara ghaib.
Percaya tidak percaya memang watu Kenteng Songo memang sudah ada semenjak Gunung Merbabu ini terbentuk dan disekitar sinilah terjadi aktifitas dari para makhluk halus penunggu Gunung Merbabu. Banyak sekali kejadian- kejadian yang tidak lazim yang ditemukan oleh para pendaki yang membuat camp di puncak Kenteng Songo dari kejadian fatamorgana sampai yang mendengar keramaian di puncak Kenteng Songo yang padahal tidak ada seseorang pun kecuali para pendaki yang sedang beristirahat di puncak ini.
Terkadang dapat dikatakan Kenteng Songo menjadi negeri diatas awan bukan hanya bagi para pendaki/manusia melainkan bagi para lelembut yang selalu menjaga Gunung Merbabu ini. Dari sini akan terlihat pemandangan klasik Merapi dan 6 puncak Merbabu yang lain, seperti Triangulasi, Pregodalem, Watu Gubung, maupun puncak pemancar. (Angga Riyon Nugroho)
(http://keunikan-sejarah.blogspot.com/2013/05/kenteng-songo-menapaki-keeksotisan.html).
sumber:
http://www.solopos.com/2014/02/21/misteri-gunung-merbabu-pasar-bubrah-pasar-gaib-dan-pertapaan-bujangga-manik-491302
http://keunikan-sejarah.blogspot.com/2013/05/kenteng-songo-menapaki-keeksotisan.html
sumber : http://piye-ce.blogspot.co.id
Misteri Gunung Merbabu (3.145 m)
Menapaki Keeksotisan Negeri di Atas Awan
Dokumentasi Ekspedisi Gunung Merbabu, 18 Agustus 2012
Sumber: www.
Wikipedia.com “Gunung Merbabu” diunduh tanggal 9 Desember 2012
Ada yang bilang setiap gunung pasti akan menyimpan misteri dan kekhasan
yang bisa dinikmati oleh para pencinta alam yang masih ingin menikmati
keindahan dan keksotisan alam bangsanya sendiri. Tak perlu jauh- jauh harus
mennghabiskan uang yang begitu banyak hanya untuk menikmati keindahan dan
panorama alam Indonesia
yang memukau. Justru keindahan dan keksotisan alam di Indonesia dapat
kita rasakan dari tempat yang tidak begitu jauh dari kita. Siapa yang tidak
tahu Gunung Merbabu (3142 Mdpl), salah satu jajaran gunung tertinggi di pulau
Jawa yang merupakan gunung tua yang sudah tertidur berpuluh- puluh tahun yang
lalu.
Gunung yang terletak di perbatasan kota Salatiga, Magelang
dan Boyolali ini memang menyimpan keindahan yang luar biasa yang sayang jika di
lewatkan. Gunung tipe strato ini juga menyimpan sejuta misteri dari beberapa
puncaknya dan tempat yang sangat disakralkan jika dikunjungi oleh para pendaki
yang ingin menapaki puncak tertingginya yaitu Kenteng Songo (3142 Mdpl).
Keindahan alam gunung ini dapat dirasakan dari dua jalur pendakian utama yaitu
jalur pendakian thekelan, Kopeng dan jalur pendakian Selo, Boyolali.
Jalur Kopeng
Menikmati negeri diatas awan, Kenteng Songo
dapat ditempuh dari jalur Thekelan, Kopeng, jalur ini merupakan jalur favorit
para pendaki dari wilayah Salatiga dan sekitarnya dengan jarak tempuh yang
tidak begitu lama dan relatif landai sehingga jalur ini paling sering di pilih
oleh para pendaki dan pencinta alam yang ingin menjajal rasa penasarannya
terhadap gunung tua ini. Jalur ini juga dinikmati karena ada sumber air bersih
di Pos Pending yang jarang sekali ditemui jika melalui jalur Selo. Selepas dari
pos Pending pendaki akan melalui sebuah cerukan batu besar yang dapat digunakan
sebagai tempat berlindung dari badai sewaktu malam yang dinamai Watu Gubug,
menjadi salah satu tempat yang disakralkan bagi penduduk lereng Gunung Merbabu.
Naik sedikit keatas akan menemui pos pemancar yang dari sini pemandangan mulai
terbuka dengan pemandangan puncak Kenteng Songo dan 6 puncak Merbabu yang lain
yang sudah mulai terlihat selepas pos ini. Setelah menyebrangi jembatan setan
maka sampailah para pendaki di puncak tertinggi Merbabu, Kenteng Songo.
Jalur Selo
Kekhasan jalur ini adalah panorama dan
pemandangannya yang sangat sungguh menawan diselingi dengan kumpulan bunga
Edelweis dan Sabana yang membentang indah disertai juga dengan kokohnya Merapi
dari kejauhan jalur ini. Keindahan bunga Edelweis yang selalu diceritakan Soe
Hok Gie ketika menapaki gunung- gunung tinggi di Jawa tidak akan bisa lepas
dari jalur pendakian Selo ini, yang bisa dikatakan merupakan vegetasi Edelweis
terbanyak dari gunung- gunung yang lain yang ada di pulau Jawa. Kenteng Songo
dapat ditempuh dalam waktu 7-8 jam melalui jalur ini dengan vegetasi hutan
pinus, sabana, cemara gunung, dan Edelweis yang begitu memukau sejauh mata
memandang.
Kenteng Songo, Misteri Alam Ghaib Merbabu
Setiap gunung yang ada di pulau Jawa akan
memiliki cerita tersendiri terkait beberapa tempat yang unik yang terdapat di
dalamnya misalnya berbicara tentang Gunung Merapi pasti akan berbicara tentang
Pasar Bubrah, atau berbicara tentang Gunung Lawu pasti akan berbicara tentang
Hargo Dalem sebagai tempat petilasan Brawijaya V, lalu bagaimana dengan Gunung
Merbabu. Ada salah satu tempat di Gunung Merbabu yang menjadi tempat yang masih
menjadi misteri sampai saat ini dan memiliki nilai keindahan serta keeksotisan
yang tidak akan pernah terbayarkan dengan apa pun, sebut saja Kenteng Songo, puncak
tertinggi Merbabu dari 7 puncak yang ada di Merbabu. Disini terdapat 4 Watu
Kenteng (batu berlubang) yang tentunya kalau dilihat tanpa kasat mata hanya
terdapat 4 lubang/kenteng, namun sesungguhnya terdapat 9 kenteng/lubang yang
ada pada puncak ini jika dilihat secara ghaib. Percaya tidak percaya memang
watu Kenteng Songo memang sudah ada semenjak Gunung Merbabu ini terbentuk dan
disekitar sinilah terjadi aktifitas dari para makhluk halus penunggu Gunung
Merbabu. Banyak sekali kejadian- kejadian yang tidak lazim yang ditemukan oleh
para pendaki yang membuat camp di puncak Kenteng Songo dari kejadian
fatamorgana sampai yang mendengar keramaian di puncak Kenteng Songo yang
padahal tidak ada seseorang pun kecuali para pendaki yang sedang beristirahat
di puncak ini. Terkadang dapat dikatakan Kenteng Songo menjadi negeri diatas
awan bukan hanya bagi para pendaki/manusia melainkan bagi para lelembut yang
selalu menjaga Gunung Merbabu ini. Dari sini akan terlihat pemandangan klasik
Merapi dan 6 puncak Merbabu yang lain, seperti Triangulasi, Pregodalem, Watu
Gubung, maupun puncak pemancar. (Angga Riyon Nugroho)
Menapaki Keeksotisan Negeri di Atas Awan
Sabana 2 Merbabu via Selo, Kemping Ceria :D
“Gosip
yang beredar bahwa jalur Merbabu via Selo adalah level pemula saya
nyatakan dengan ketetapan hati nurani yang luhur bahwa itu HOAX dan
SESAT :D”
Tips penting: jangan pernah jalan kaki membawa beban kerir menuju basecamp pendakian dari jalan raya Selo.
Asli jauh dan naik turun. Sekitar 2km lebih mungkin. Mending naik ojek.
Kecuali kalau kamu niat dan kamu setrong silakan saja jalan, tapi mesti
capek yakin deh
.
Soalnya di hari minggunya ketemu dengan pendaki asal Kediri yang jalan
dari jalan raya Selo menuju basecamp. Mereka kelelahan dan gagal muncak.
Mereka terjebak(atau dibohongi) kata-kata dari sopir bus/angkot yang
berkata bahwa jarak basecamp dari jalan raya Selo dekat.
***
Prolog
Alhamdulillah
masih diberi kesempatan untuk bertemu bulan Ramadhan. Kesempatan
beribadah sama berdoa yang lebih untuk sesuatu yang sedang saya usahakan
akhir-akhir ini J. Tanggal 4 dan 5 Juni adalah akhir pekan terakhir
sebelum masuk ke bulan Ramadhan. Rasanya agak gimana gitu kalau tidak
disempatkan untuk piknik kemana
.
Sebenernya kemarin sih gak punya rencana, tapi ada teman yang mengajak
menanjak ke Merbabu via Selo. Nah kebetulan saya belum pernah via Selo.
Dari dulu biasanya selalu lewat Wekas karena secara tradisional SMA
saya, SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta selalu melakukan pendakian masal
dan segala kegiatan grup pecinta alamnya di situ. Itu dikarenakan BHC
(Bhaskara Hiking Club) berdiri di rute Merbabu via Wekas. Dulu setelah
saya menjadi alumni sering ikut pendakian masal mereka meskipun saya
bukan anggota dari BHC. Nyeselnya sekarang, kenapa dulu gak ikut BHC ya
waktu masih SMA
.
Akhirnya
saya memutuskan untuk ikut Yudi, teman yang mengajak naik ke Merbabu via
Selo. Iseng- iseng saya mengabari Radit teman in piknik saya kalau saya
akan menanjak Merbabu ikut teman. Tak disangka dia tertarik bergabung
karena dia belum pernah juga ke Merbabu via Selo
.
Cocok lah akhirnya saya ada teman berangkatnya setelah akhir-akhir ini
solo hiking terus. Saya sangat senang soalnya Radit ini teman yang solid
ketika diajak perjalanan, cocok lah pokoknya sama saya
.
H-1 tiba-tiba teman Yudi yang berjumlah 5 orang membatalkan karena
berbagai alasan. Yudi pun memutuskan untuk membatalkan naik ke
Merbabunya. Walah kan, malah piye iki. Dia tidak mau ikut bareng kami
karena kami berangkat dari jogja hari Sabtunya jam 12 sianga an.
Pengennya dia berangkat pagi soalnya males nanjak malem-malem, hadeh.
Sementara pagi saya ada pekerjaan yang harus saya selesaikan dulu.
Yasudah nanjak berdualah kami. Pantang batal sebelum bikin indomi telor
di gunung
.
*Hari 1, 4 Juni 2016
Jogja-Basecamp Merbabu via Selo
Semua peralatan dan logistic sudah terpacking rapi. Tinggal menyelesaikan beberapa printilan yang kadang kelupaan
.
Sembari menunggu Radit datang saya mengecek ulang barang-barang di
kerir. Yak lengkap sudah. Sekitar jam 12 Radit akhirnya datang. Setelah
ngobrol ngalor ngidul sebentar akhirnya kami berangkat menunggang si
merah motor kesayangan saya. Rencana akan mampir ke warung legend
Barokah di Selo sebelum nanjak untuk makan siang. Karena kami sama-sama
belum makan dari pagi
.
Sekitar jam 12.30 kami memulai start menuju Selo. Melewati jalan
Magelang cukup lancar. Sampai di Muntilan kami memutuskan lewat desa
Dukun tanpa lewat Sawangan. Seperti yang sudah saya sadari bakalan lewat
jalan berantakan lagi ni ke arah Selonya
.
15 Mei 2016 lalu saya sempat nanjak ke Merapi. Dalam waktu sesingkat
ini saya yakin kondisi jalan akan hampir tetap sama berantakannya
.
Setelah
melewati beberapa antrian karena bergantian memakai jalan, beberapa kali
menenbus debu dari truk pasir yang lewat, berbanyak kali memakai gigi 1
akhirnya sampai juga di Selo jam 15.37. Di jalan kami juga sempat
menolong ibu-ibu dan anaknya yang jatuh karena tergelincir pasir waktu
berpapasan dengan kami. Memang berkendara di jalan yang berantakan
seperti itu harus hati-hati dan memakai trik-trik khusus. Alhamdulillah
kami yang berboncengan dan membawa 2 kerir berberat 10-15kg berhasil
melaluinya dengan lancar. Langsung melipir ke warung Barokah untuk
beristirahat sejenak. Pegel jari tangan ngegas ngerem terutama dihajar
jalan menuju Selonya itu. Akhirnya kesampaian juga makan setelah ngampet
laper selama dijalan. Radit juga ngobrol-ngobrol sama ibu pemilik
warungnya karena memang kenal dan sudah menjadi langganan.
Warung legend langganan “Barokah” di jalan raya Selo
pos
penarikan retribusi pendakian, sepanjang jalan ke atas itu banyak
basecamp, tinggal pilih yang mana. (foto diambil hari ke 2)
Setelah
cukup kami memutuskan lanjut ke basecamp. Jalannya bisa lewat Masjid
Selo masuk ke utara. Ikuti jalan saja nanti ada petunjuknya. Kalau
tersesat tinggal tanya penduduk sekitar. Dengan senang hati mereka akan
menunjukkan jalan. Tips penting: jangan pernah jalan kaki membawa beban kerir menuju basecamp pendakian dari jalan raya Selo.
Asli jauh dan naik turun. Sekitar 2km lebih mungkin. Mending naik ojek.
Kecuali kalau kamu niat dan kamu setrong silakan saja jalan, tapi mesti
capek yakin deh
.
Soalnya di hari minggunya ketemu dengan pendaki asal Kediri yang jalan
dari jalan raya Selo menuju basecamp. Mereka kelelahan dan gagal muncak.
Mereka terjebak(atau dibohongi) kata-kata dari sopir bus/angkot yang
berkata bahwa jarak basecamp dari jalan raya Selo dekat. Lu kira lagunya
Ran jauh dimata dekat di hati po pak sopir
. Ada jalan yang saking nanjaknya sampai motor saya di gigi 1 pun ndak kuat. Radit terpaksa turun huahahaha
#motornyalelah
gerbang pendakian Selo, KM 0
Basecamp (1836 mdpl) – Pos 1 Dok Malang (2189 mdpl) naik 353m jarak 1,77km
Setelah
sampai di gerbang basecamp kami membayar retribusi pendakian dan parkir.
Jadi semacam gang kumpulan basecamp gitu. Dicegat di depan. Setelah itu
tinggal pilih mau ke basecamp pak mana yang disenangi. Ada beberapa
rumah yang dijadikan basecamp. Yang cukup terkenal adalah basecamp pak
Bari yang ada musholanya di kiri jalan. Atau disebelumnya ada basecamp
pak Parman yang berada di kanan jalan. Kami mulai berjalan dan jam 17.17
sampai di gerbang pendakian Merbabu. Seperti yang biasanya, jalan di
awal pendakian hampir selalu melewati hutan. Berjalan santai sambil
sesekali mengobrol. Sangat menikmati pendakian kali ini karena saya ada
temannya
.
rute awal-awal, hutan multi pohon (foto diambil hari ke 2)
Jalan masih
cukup landai sekali agak menanjak. Tubuh masih terasa aneh karena sedang
men-sinkronkan antara gerak tubuh dan detak jantung. Adzan magrib pun
tiba dan kami berhenti sejenak menunggu pergantian antara siang dengan
malam. Setelah itu kami melanjutkan berjalan setelah menghidupkan
senter/headlamp. Beberapa kali melewati pohon yang melintang di
jalur. Harus berhati-hati ketika menerobos lewat bawah. Karena otot
sedang berkontraksi tiba-tiba untuk menekuk. Dapat menyebabkan kram.
Setelah 1x mengalami hampir kram akhirnya saya berhati-hati ketika
menerobos ke bawah pohon. Jam 18.26 kami sampai di Pos 1 Dok Malang.
menerobos pohon tumbang, harus hati-hati karena kaki menekuk bisa ketarik atau kram (foto diambil hari ke 2)
Pos 1 Dok Malang (2189 mdpl) – Pos 2 (2412 mdpl) naik 223m jarak 989m
Setelah sampai pos 1 kami beristirahat. Ya memang sering beristirahat sih dari tadi
. Soalnya kami benar-benar nyantai menikmati pendakian sambil ngobrol ngalor ngidul dan ngerasani pendaki lain
.
hahahaha. Lanjut berjalan lagi. Jalur sudah mulai lebih menanjak dari
yang sebelum-sebelumnya. Bahkan ada beberapa yang cukup terjal. Ramai
juga oleh pendaki lain. saling susul menyusul. Sampai di pos bayangan
Pos Kota, Simpang Macan jam 19.02. Lansung istirahat dan ngerasani
pendaki lain lagi
. Setelah dirasa cukup lanjut berjalan lagi dan akhirnya sampai di pos 2 jam 19.36
Pos 1 Dok Malang (foto diambil hari ke 2)
sudah mulai nanjak-nanjak menuju pos 2 (foto diambil hari ke 2)
Pos 2 (foto diambil hari ke 2)
Pos 2 (2412 mdpl) – Pos 3 Batu Tulis (2593 mdpl) naik 181m jarak 603m
Saya merasa cukup lelah. Beban air yang lebih banyak dari biasanya membuat pegel pundak dan pinggang
.
3 botol air mineral 4,5L + 850ml botol luar ternyata cukup berat. Belum
lagi ditambah logistik, tenda dan perlengkapan lain, memang terasa ini
di pundak dan pinggang
.
pos 2 ini cukup luas dan bisa untuk mendirikan lebih dari 10 tenda.
Bahkan 20 lebih. Lanjut lagi berjalan. Beberapa saat masih hutan
pohon-pohon besar dengan jalur yang lebih menanjak lagi.
percayalah, puncaknya masih jauh
(foto diambil hari ke 2)
Beberapa
saat kemudian keluar dari hutan tinggal rerumputan dan pohon-pohon yang
tidak terlalu besar. Di jalur kami melihat lampu-lampu senter dari
pendaki lain diatas. Beh keliatan gitu diatas banget, nanjak-nanjak
jelas di depan
.
Berbalik kami melihat lampu-lampu senter dari pendaki lain di Merapi.
Juga jalan lurus yang sangat ramai di sebelah tenggara. Sepertinya jalan
Slamet Riyadi Solo. Subahannallah indah sekali. Langit cerah.
Bintang-bintang bertebaran. Gunung Merapi juga terlihat dengan jelas.
Beberapa saat kami menjelepok duduk di jalur melihat pemandangan indah
ini. Damai sekali rasanya hati. Lelahnya sih tetep
. hahahaha. Sampai pos 3 Batu tulis jam 20.08.
pos 3 Batu Tulis (foto diambil hari ke 2)
Pos 3 Batu Tulis (2593 mdpl) – Sabana 1 (2770 mdpl) naik 177m jarak 648m
Hahaha
ternyata membutuhkan waktu 1,5 jam dari pos 2 ke Pos 3. Memang sudah
mulai cukup berat jalurnya. Apalagi otot perut saya sepertinya tertarik.
Sakit sekali rasanya. Kami beristirahat cukup lama di pos 3 ini.
Menaruh kerir dan minum banyak. Terutama saya yang lemah dan tukang haus
. Hebat bener si Radit. Sejak dari awal pendakian masih tetep stabil ndak ngeluh capek. Asem tenan dia
.
Udara di pos 3 ini semakin dingin. Ditambah lagi kami berhenti cukup
lama. Tercatat 13-15 derajat celcius di thermometer. Pos 3 sangat luas.
Di kiri kanan sabana luas. Banyak tenda sudah berdiri disini. Masih jauh
dari sini ke puncak. Kalau memiliki tenaga lebih menurut saya skip saja
jangan camp disini. Tapi berusaha lebih naik minimal Sabana 1 lah.
Tempat camp terbaik ya di Sabana 2 target kami malam ini.
jalan keatas itu arahnya ke Sabana 1 (foto diambil hari ke 2)
step 1, tanjakan webbing
(foto diambil hari hari ke 2)
step 2, tanjakan unyu
(foto diambil hari ke 2)
Kami pun
melanjutkan berjalan dan edian ini treknya. Menurut saya trek terberat
di jalur Selo ini. Sangat licin dan terjal. Di satu tempat dipasang
webbing oleh komunitas/rental alat outdoor dari Jogja. Ada namanya di
webbingnya tapi saya lupa tidak memfoto. Terima kasih sekali atas
sumbangannya. Sangat membantu dalam menanjak maupun turun. Bener-bener
ngesot saya disini. Setiap 10 langkah istirahat. Ampun kakak chapeque
dik
.
Nafas ngos-ngosan degub jantung mencepat. Ketika beristirahat juga
harus hati-hati karena licin dan rawan kejelungup kebelakang karena
beban kerir
. Saya ngeri sendiri beberapa kali hampir kejelungup kebelakang. Bakalan babak belur kalau jatuh
.
Ditambah lagi malam hari pandangan terbatas. Harus benar-benar
berhati-hati di jalur ini. Sempat melihat memoriam pendaki yang
meninggal di jalur ini. Setelah perjuangan akhirnya sampai juga di
Sabana 1 jam 21.11.
pos 3 Watu tulis dilihat dari atas tanjakan unyu
(foto diambil hari ke 2)
sabana 1 (foto diambil hari ke 2)
Sabana 1 (2770 mdpl) – Sabana 2 (2858 mdpl) naik 88m jarak 232m
Istirahat sejenak di Sabana 1. Kekuatan saya mendekati akhir
. Ngantuk banget dari tadi udah menguap terus. Otot perut yang ketarik juga bikin gak nyaman. Keburu pingin geletakan tidur
. Sementara Radit masih strong-strong aja
.
Lanjut lagi nanjak di tajakan yang tidak securam tanjakan sebelumnya.
Tapi karena fisik sudah kelelahan tetep aja capek dan ngos-ngosan.
Beberapa kali juga melewati pendaki yang tepar jelepok duduk di tanah
.
Setelah ngesot dan berjuang akhirnya sampai di Sabana 2 jam 21.44.
Alhamdulillah. Sabana 2 cukup ramai dengan tenda-tenda pendaki. Meski
begitu masih sangat-sangat luas buat mendirikan tenda. Namanya juga
sabana
. Tetapi bagian strategisnya yang dekat dengan pohon sudah diambil orang.
sabana 2 nya ada diatas sana lho
(foto diambil pada hari ke 2)
Kami
kemudian berdiskusi dimana sebaiknya mendirikan tenda. Karena Radit
melihat disebelah timur Sabana terdapat bukit yang menutupi untuk
melihat sunrise. Kamipun memutuskan untuk menaiki bukit dan mendirikan
tenda di sebelah pohon satu-satunya
.
Lokasi ini terbuka sih kurang cocok jika kondisi berangin. Cuaca
Alhamdulillah cukup cerah angin tenang dan suhu masih kisaran 13-15
derajat celcius. Membongkar kerir, mengeluarkan tenda dan segera
mendirikannya. Saya merasa sangat kelaparan dan memutuskan membuat mie
instant setelah tenda berdiri. Asli lapar banget
.
Saya juga membuat kopi hangat. Sementara Radit tidak makan hanya
mengemil gula jawa yang sejak tadi menjadi senjata saya melibas tanjakan
. setelah cukup ngobrol2 akhirnya kami tidur.
*Hari ke 2, 5 Juni 2016
Sabana 2, Kemping Ceria
Sekitar jam
3-4 pagi saya terbangun karena kegaduhan di luar. Ternyata ada juga yang
mendirikan tenda di spot kami. Radit mungkin juga terbangun. Saya
berusaha tidak memperdulikannya dan mencoba terus tidur. Tapi rombongan
itu ternyata cukup ribut, asem sekali
. Salah satu etika ketika sampai ditempat camp dan sudah lebih dari jam 10 malam adalah dengan tidak terlalu ribut dan berisik.
Karena tetangga kita yang menenda lebih dahulu dimungkinkan sedang
beristirahat. Waktu beristirahat sangat penting ketika melakukan
pendakian seperti ini untuk memulihkan tenaga. Beberapa kali juga
terbangun karena cuaca cukup dingin di dalam tenda 11-13 derajat celcius
.
sunrise, tampak di kanan gunung Lawu
terpekur dah terharu, halah
Akhirnya
pagi pun tiba. Saya terbangun oleh alarm di hp yang saya set jam 05.00.
Radit mungkin juga sudah bangun dan hanya tidur-tidur ayam. Saya keluar
dari tenda dan bersiap melihat matahari terbit di ufuk timur. Memang
spot kami menenda ini memang sangat cocok. Bahkan sebenarnya tidak perlu
keluar dari tenda untuk melihat matahari terbit. Pemilihan tempat spot
ini oleh Radit memang brilian
.
Radit pun akhirnya bangun dan menyiapkan kamera nya untuk mengambil
foto. Dia memilih memfoto dan melihat sunset dari dalam tenda
.
Matahari terbit dilihat dari ketinggian selalu menimbulkan sensasi yang
lain. Nuansa yang ditimbulkan susah diungkapkan dengan kata-kata. Tak
henti hati mengucap kata syukur masih diberi kekuatan, kesempatan untuk
melihat semua ini. Subahanallah. Seperti biasa saya menjadi mendadak
galau kalau sedang terharu seperti ini
. Melihat betapa kecilnya saya dibanding semua ini, semesta yang hanya baru secuil.
tempat kemping ceria kami
i feel free, halah
Galaunya udahan karena spot menjadi ramai orang-orang yang juga melihat matahari terbit
.
masing-masing sibuk dengan kegiatannya. Ada yang foto-foto, foto-foto
sambil nulis pesan di kertas dan macem-macem lainnya. Oya kami tidak
terlalu mengejar untuk melihat matahari terbit dari puncak. Bukan karena
apa-apa sih. Mungkin karena kami berdua sudah pernah muncak. Jadi
melihat matahari terbit dari Sabana 2 sudah cukup. Dan bahkan tidak usah
ke puncak juga sudah cukup
.
Pada awalanya memang begitu kesepakatan kami. Tidak sampai ke puncak
tidak apa-apa. Yang menjadi target kami adalah sampai di Sabana 2 saja
sudah cukup. Saya berjalan-jalan di sekitar tenda. Melihat arah puncak
yang masih menanjak terjal
. Radit ternyata kebelet pup dan harus mencari semak-semak. Pada akhirnya saya juga menyusul kebelet dan mencari spot juga
.
hahahahaha. Untuk hal satu itu juga ada SOP/etika nya lho. Antara lain:
1. Jangan pup di dekat jalur. 2. Gali tanah dengan kedalaman
secukupnya. 3. Tisu basah juga ikut dikubur sekalian. 4. Tandai tempat
dengan ranting agar tidak terinjak oleh orang lain. 5. JANGAN PUP DI
SUNGAI ATAU MATA AIR. Itu saja sih yang penting. Pernah baca di blog
orang di gunung di Jawa Barat yg ngehits itu banyak tisu sisa bekas lap
yang berceceran. Nggilani tenan jijik huek.
tenda
kami dilihat dari bukit atas tempat kemping di sebalah kiri, Merapi di
latar belakang, tempat kemah utama di sabana 2 di sebelah kanan.
pegangan Edelweiss biar tetap strong setelah kamu tinggalkan, ~duh
, jalur tanjakan terakhir menuju puncak yang terlihat terjal dan bikin chapeque pastinya
Kamipun
menikmati suasana Sabana 2 dengan khidmat. Saya memutuskan untuk
menjelajah berjalan-jalan naik ke bukit di utara spot kemah kami untuk
memuaskan hasrat menjelajah saya
.
Radit memilih untuk tetap di area tenda saja. Cukup nanjak juga. Jalur
ini akan bertemu dengan jalur utama di pos Watu Lumpang. Pos terakhir
sebelum puncak. Jadi setelah Sabana 2 masih harus menanjak 2x bukit
sebelum puncak. Yang pertama bukit hutan padang edelweiss kemudian
sampai di pos Watu Lumpang. Yang kedua tanjakan terakhir setelah Watu
Lumpang akhirnya area puncak. Di Watu Lumpang sempat mengobrol dengan
para pendaki lain. ada 3 tenda di area Watu Lumpang. Di area ini cukup
untuk mendirikan beberapa tenda. Ramai pendaki yang naik nanjak ke
puncak atau yang baru turun. Saya duduk-duduk di area Watu Lumpang dan
menikmati melihat-lihat para pendaki lain. Beberapa pendaki yang hot
bersliweran, hahahahaha
. Setelah cukup saya turun ke Sabana 2 melewati jalur utama.
jalur tanjakan terakhir menuju puncak dilihat dari Watu Lumpang
tempat kemah utama sabana 2 dilihat dari tempat kemah kami
di kota kita tampan di gunung kita menawan
. foto oleh Raditya AN Jati
Sampai di spot tenda Radit tampak sedang memfoto-foto. Setelah itu dia memasak mie instant + telor. Wah enak sekali sepertinya
.
Saya tergiur juga untuk membuatnya. Radit memasukkan telor di kotak
sehingga tidak pecah. Penting juga itu telor. Untuk tambahan nutrisi
tidak hanya mie instant saja. Sepertinya besok harus membeli egg holder
.
sempat ngobrol juga dengan pendaki asal Kediri yang merasa “ditipu”
dengan gossip yang beredar bahwa Merbabu via Selo adalah rute pemula
, huahahaha emang sesat itu gosip. Setelah dirasa cukup kami bersiap-siap berberes tenda dan packing
pulang. Kali ini tenda yang membawa Radit karena akan sekalian
dikembalikan ke mas Arie oleh dia. Jalur Merbabu via Selo disamping
cukup berat dan terjal merupakan salah satu jalur pendakian dengan
pemandangan terindah. Asli banyak spot bagus.
sekali lagi bendera MTB Federal Indonesia Yogyakarta berkibar di ketinggian
Perjalanan Turun.
Kami mulai
berjalan turun sekitar jam 10.29. Berjalan santai sambil melihat-lihat
pemandangan. Tak disangka dan dinyana ketemu Yudi teman pendaki yang
katanya ndak jadi nanjak ke Merbabu. Ternyata dia berangkat nanjak jam
03.00 pagi. Edan tenan kan. Padahal katanya males jalan malem-malem. Eh
malah jalan pagi dini hari dia, huahahahah
. Saya ketawain dan buli-buli
.
Ternyata temannya baru ada malam harinya, dan dia galau karena hari itu
adalah minggu terakhir sebelum Ramadhan. Akhirnya mereka menanjak tanpa
membawa kerir dan hanya membawa daypack berisi air dan makanan saja
untuk tektok (naik langsung turun). Ampun deh tektok Merbabu via Selo
jalannya yang gitu
.
Kemarin saja saya ke Merapi tektok merasa sangat kelelahan. Itu aja
ndak pake muncak cuma sampai pasar bubrah saja. Ampun kalau tektok.
Harus persiapan fisik lebih karena bakalan terforsir.
Sabana 1 dilihat dari ketinggian
Radit menerobos gerumbul Edelweiss di Sabana 1
Itupun yang terjadi dengan Yudi dan temannya. Dia menjelepok kelelahan di Sabana 1. Yakin pasti capek sekali
.
sampai di Sabana 1 jam 10.52. Kami pamit untuk melanjutkan jalan lagi.
Dan akhirnya melihat jalur dari pos 3 Watu Tulis ke Sabana 1, memang
bener-bener ini jalur
. Sempet kepeleset jatuh dan membuat bulu kaki tercabut gara-gara tergesek tanah lempung keres. Asem sakit
. Mana banyak orang juga jadi malu dan saya ngakak-ngakak sendiri
.
Bertemu juga dengan beberapa pendaki yang berbalik tidak jadi kepuncak
karena mungkin tidak keburu waktu atau kelelahan. Memang masih jauh ke
puncak dari sini. Juga masih nanjak-nanjak terjal
.
sampai di Pos 3 Watu Tulis jam 11.21. Kami beristirahat cukup lama
disini. Masih banyak juga yang menenda disini. Saya menaruh kerir dan
geletakan. Sudah mulai pegel-pegel lagi kaki karena menahan beban di
jalur yang berat. Itupun sudah dibantu trekking pole andalan. Nek gak mbok wis tepar dengkule
.
Lanjut
berjalan lagi jalannya masih cukup curam dan sepertinya koq jauh banget
ya dari pos 3 Watu Tulis ke pos 2. Mungkin gara-gara sudah capek
. Seperti biasa jempol kaki sudah nyut-nyutan
. Kondisi fisik masih cukup baik dalam mengimbangi Radit yang masih tetep strong, sakti tenan itu manusia
.
Akhirnya sampai juga di pos 2 jam 11.58. Masih ramai dengan pendaki
lain yang menenda. Tidak istirahat disini kami langsung lanjut jalan.
Beberapa saat mulai masuk ke hutan lagi. Pohon-pohon sudah mulai
melebat. Kami bahkan sempat lari-larian ketika turun. Katanya Radit biar
keringetan. Idene aneh-aneh aja itu memang
. Dan akhirnya sempet juga terpeleset jatuh lagi hahahaha asem sekali
.
Melewati pos bayangan Pos Kota Simpang Macan jam 12.08. Sampai di pos 1
Dok Malang jam 12.22. Ramai pendaki yang sedang beristirahat disini.
Tadi juga sempet crowded dan antri di jalur. Kami lanjut mendahului dan
mulai mempercepat langkah. Saya merasa masih cukup kuat untuk kadang
lari-larian waktu turun sama Radit. Walaupun jempol kaki tetep aja
sakit. Kalau turun pakai sandal gunung sepertinya tidak akan sakit. Lain
kali harus mencoba turun pakai sandal saja.
pos Kota Simpang Macan
Kembali lagi
melewati dan nerobos pohon yang melintang lewat bawah. Benar-benar
berbahaya karena otot sudah lelah dan harus menekuk gitu kakinya. Rawan
kram. Padahal udah tau caranya tapi tetep aja kerasa hampir kram
.
Sampai di gerbang pendakian lagi jam 12.54. Berjalan sedikit lagi
sampai di tempat memarkir motor. Kami langsung bablas tidak beristirahat
dulu karena dari tadi sudah niat untuk beristirahat di Warung Barokah.
Alhamdulillah.
Terimakasih
kepada Allah SWT yang sekali lagi memberi saya kekuatan dan kesempatan
untuk melakukan perjalanan ini. Terima kasih kepada Ibu saya atas restu
dan doanya.Terimakasih untuk Radit teman seperjalanan yang solid dan
dapat diandalkan. Merasa aman dan nyaman berpetualang bersama dia
. Semoga masih diberi kesempatan untuk berpetualang lagi. Aamiin. Next time kita hiking couple double date ya Dit, hahahahahaha.
Tips:
*Gossip yang beredar bahwa pendakian Merbabu via Selo adalah level pemula itu HOAX dan SESAT
*Jangan pernah jalan kaki membawa beban kerir menuju basecamp pendakian dari jalan raya Selo
*Lebih baik
mendaki di akhir musim penghujan karena sabana nya masih hijau dan epic
kalau buat foto, apalagi kalau pas cuaca cerah
*Jangan lupa membawa air yang cukup karena sepanjang jalur tidak terdapat mata air
*Hati-hati jika melewati jalur diatas pos 3 karena terjal, licin, apalagi jika mendaki malam hari
sumber : https://saktyaganes.wordpress.com
Sabana 2 Merbabu via Selo, Kemping Ceria :D
Langganan:
Postingan
(
Atom
)